Lihat ke Halaman Asli

Fina Niswatin Nikmah

Mahasiswa yang sedang mengejar studi kriminologi

Kriminalitas Pembunuhan : Analisis Ahli Kriminal dan Perspektif Psikologi dalam membongkar Pikiran Pemangsa

Diperbarui: 25 Mei 2023   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tegang dan mengerikan. Kriminalitas dan tindak kekerasan yang sering terjadi di masyarakat, seperti pembunuhan, adalah salah satu masalah sosial yang sering terjadi. Setiap orang, termasuk mereka yang menderita gangguan mental, dapat melakukan kriminalitas dan pembunuhan.

Menurut pandangan ilmiah psikologi, pembunuhan berulang atau serial killing bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti masalah psikologis, trauma masa lalu, kegagalan dalam hubungan sosial, dan kurangnya pengendalian diri. Para ahli psikologi juga menyebutkan bahwa banyak pelaku pembunuhan serial mengalami gangguan mental seperti skizofrenia, psikopati, dan kelainan kepribadian.

Salah satu kasus pembunuhan berulang di Indonesia adalah kasus pembunuhan berantai oleh Ahmad Suradji, yang terjadi di Deli Serdang, Sumatera Utara pada tahun 1986 hingga 1997. Suradji dikenal sebagai pembunuh berantai yang telah membunuh sebanyak 42 orang. Para korban tersebut dibunuh dengan cara di cekik menggunakan kabel, kemudian dikuburkan di sekitar perkebunan tebu dengan kepala korban menghadap ke rumahnya, hal tersebut diyakini sebagai ritual untuk mendapatkan kesaktian tambahan. Menurut laporan polisi, motif pembunuhan Suradji adalah untuk memperoleh kekuatan supranatural. Suradji diyakini telah mengonsumsi jantung korban untuk memperoleh kekuatan tersebut.

Kasus lainnya adalah kasus pembunuhan berulang oleh Very Idham Henansyah atau biasa dikenal sebagai “Ryan Jombang”. Sebanyak 10 korban teridentifikasi dan 1 korban belum teridentifikasi ditemukan setelah dilakukan penggalian pada 21 Juli 2008. Empat korban ditemukan pada penggalian pertama dan enam korban lainnya ditemukan seminggu kemudian.

Motif dari pembunuhan yang dilakukannya adalah karena cinta dan ekonomi. Dalam kasus pembunuhan terakhirnya, Ryan diduga membunuh korban karena kecemburuan cinta sesama jenis. Sedangkan, dalam kasus pembunuhan sebelumnya, ditemukan  sejumlah barang berharga milik korban. Hal ini diyakini Ryan lakukan untuk menopang gaya hidupnya yang cukup hedonis, padahal ia sering menganggur dan tidak memiliki pekerjaan. Dalam kasus ini, Ryan diduga mengalami gejala psikopat klasik, antisosial, serta obsesif komplusif. Ia juga diketahui sebagai pribadi yang manipulatif, egosentris dan sulit ditebak.

Dalam salah satu pengakuan Ryan, ia melakukan tindak pembunuhan di dorong oleh rasa dendam serta trauma mendapatkan kekrasan dari ibunya. Ryan menyampaikan bahwa kebencian terhadap ibunya kemudian disalurkan dalam berbagai aksi pembunuhan.

Dalam kasus-kasus tersebut, para pelaku telah melakukan pembunuhan berulang dan terbukti memiliki masalah psikologis yang cukup serius. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang memiliki masalah psikologis akan menjadi pelaku kekerasan atau pembunuh serial.

Salah satu teori psikologis yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku kejahatan adalah teori psikoanalitik. Teori ini mengemukakan bahwa perilaku kejahatan dipengaruhi oleh konflik internal yang tidak terselesaikan, terutama yang berhubungan dengan hubungan anak dan orang tua. Pelaku kejahatan seringkali mengalami trauma psikologis yang belum terselesaikan dan berusaha untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara yang salah. Individu yang mengalami gangguan mental seperti gangguan kepribadian antisosial atau narsistik cenderung berisiko tinggi untuk kembali terlibat dalam kegiatan kriminal. Gangguan ini mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengendalikan perilaku impulsif, empati, dan menyesuaikan diri dengan norma sosial.

Pendekatan psikologis lain yang dapat digunakan untuk memahami perilaku kejahatan adalah pendekatan biologis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara genetika dan perilaku kejahatan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa orang yang memiliki mutasi pada gen MAOA memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk melakukan tindakan kejahatan.

Namun, faktor psikologis bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi perilaku kejahatan. Faktor sosial juga dapat memainkan peran penting. Salah satu contoh faktor sosial yang seringkali menjadi penyebab perilaku kejahatan adalah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Orang yang tinggal di daerah yang miskin dan tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dan pendidikan yang memadai memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk melakukan tindakan kejahatan.

Terdapat juga beberapa faktor lain yang dapat memengaruhi seseorang menjadi pelaku kekerasan, seperti kurangnya pengendalian emosi, pengaruh lingkungan yang buruk, dan pola asuh yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dengan mengembangkan kebijakan yang efektif, meningkatkan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang kekerasan, serta memberikan dukungan dan perawatan bagi mereka yang memiliki masalah psikologis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline