Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Pernikahan Adat Jawa "Temu Manten" yang Masih Dilestarikan Masyarakat Suku Jawa di Berbagai Daerah hingga Saat Ini

Diperbarui: 26 April 2024   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Temu Manten ialah tradisi pernikahan adat jawa. Temu Manten atau bertemunya pasangan pengantin adalah Salah satu prosesi pernikahan adat jawa, biasanya dilangsungkan di rumah mempelai wanita setelah prosesi akad nikah yang mempunyai beberapa prosesi diantaranya penukaran kembang mayang, balangan suruh(lempar sirih), wiji dadi (injak telur), sinduran (gendong manten), timbangan, kacar kucur (mengucurkan "lambang harta"), dahar kembul (saling menyuapi), mapag besan, dan sungkeman. 

Temu Manten diawali dengan kadatangan rombongan mempelai pria dengan membawa sanggan yang berisi 1 tangkep atau 2 sisir pisang raja yang matang, besar dan bersih, karena pisang ini terkenal dengan rasanya yang enak dan baunya yang harum. Pisang raja memiliki makna sebagai harapan agar kedua mempelai dapat hidup bahagia selamanya, layaknya raja dan ratu, serta membawa kebahagiaan bagi orang lain. 

Pisang yang mempunyai dua sisir melambangkan perbincangan orang tua kedua mempelai yang siap menikahkan putra dan putrinya. Daun sirih yang ruas-ruasnya menyatu, ibarat daun sirih yang satu rasa dan dua buah pikiran menjadi satu, meski permukaan dan alasnya berbeda. Itu adalah penyatuan dua insan yang menjadi satu, dan sebuah pilihan. dan dipilih daun yang masih utuh dan segar mempunyai makna pengantin yang terlihat segar dan menarik yang mempunyai arti kebahagiaan.

Lempar sirih merupakan prosesi pertama ritual Temu Manten ini, kedua mempelai saling berhadapan dari jarak tiga hingga lima langkah dan saling melempar ikatan daun sirih.Pengantin pria melempar sirih ke arah bagian jantung calon pengantin wanita.Pengantin wanita melemparkan sirih ke arah kaki pengantin pria. Orang tua kedua mempelai berada di kanan dan kiri, serta keluarga inti atau anggota keluarga terdekat kedua mempelai berdiri tepat di belakang. 

Daun sirih yang digunakan adalah daun sirih yang ruasnya menyatu atau biasa disebut temu ros yang artinya dua gagasan berbeda yang bersatu menjadi satu. Saat melempar sirih, calon pengantin wanita melemparkan sirih tersebut ke kaki calon pengantin pria artinya dalam perkawinan seorang wanita harus tunduk,dan menghormati suaminya. Pengantin pria melempar sirih ke arah jantung pengantin wanita karena merupakan simbol cinta seorang suami kepada istrinya.

Injak Telur Mempelai pria melepas alas kaki untuk melakukan prosesi injak telur, pada prosesi ini di hadapan mempelai pria telah di sediakan wadah untuk di lakukannya prosesi injak telur dan wadah yang berisi air kembang. Pada prosesi injak telur ini menginjak telur tanpa menggunakan alas kaki.Telur ayam yang di gunakan yaitu telur ayam kampung yang telah bertelur dan menetaskan anak, maknanya yaitu agar kedua mempelai cepat di krauniai momongan dan juga sebagai simbol pemecahan selaput dara mempelai wanita oleh mempelai pria. 

Untuk prosesi injak telur ini mempunyai makna bahwa sang mempelai pria siap untuk memulai dunia yang baru, dan melepas alas kaki yang artinya bahwa di dalam kehidupan berumah tangga laki-laki sebagai kepala rumah tangga harus kuat menjalani susah dukanya seperti rasa sakit dan susah saat menginjak telur  tanpa menggunakan alas kaki.Telur ayam yang di gunakan yaitu telur ayamkampung yang telah bertelur dan menetaskan anak, maknanya yaitu agar kedua mempelai cepat di krauniai momongan dan juga sebagai simbol pemecahan selaput dara mempelai wanita oleh mempelai pria. 

Gendong Manten, ayah dari mempelai wanita berada di depan kedua mempelai, mempelai wanita di sebelah kiri dan mempelai pria di sebelah kanan dan sang ibu dari mempelai wanita memasangkan kain yang menutupi pundak kedua mempelai dan ujung kain tersebut di peganga oleh ayah dari mempelai wanita, lalu ayah dari mempelai wanita berjalan perlahan-lahan di depan kedua mempelai menuju kursi pelaminan dan ibu dari mempelai wanita menuntun dan memegangi kain sindur kedua mempelai dari belakang. 

Untuk kain yang di gunakan mempunyai makna atau sebagai lambang persatu paduan jiwa raga suami dan istri. Untuk seorang ayah yang berjalan di depan kedua mempelai mempunyai makna bahwa seorang ayah yang menunjukkan jalan bagi kedua mempelai agar kedepannya rumah tangga mempelai tidak ada hambatan yang besar dalam mengarungi hidup berumah tangga, semua rintangan atau hambatan tidak akan membuat rumah tangga mereka menjadi goyah dan tidak akan melemahkan keyakinan mereka terhadap apa yang harus mereka perjuangkan dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan ibu dari mempelai wanita yang berjalan di belakang kedua mempelai mempunyai makna bahwa seorang ibu yang mendukung anaknya dari mendukung rumah tangga anaknya agar bisa menjalani rumah tangga yang harmonis. 

Timbangan, Prosesi timbangan ini dimana kedua mempelai duduk di pangku oleh ayah dari mempelai wanita dan kedua tangan ayah merangkul atau memeluk kedua mempelai. Pada prosesi timbangan ini dimana orang tua mempelai wanita yang memangku, merangkul dan memeluk kedua mempelai mepunyai makna bahwa tidak ad perbedaan antara anak dan menantu, kasih sayang yang sama di berikan kepada kedua mempelai. 

Kacar Kucur, Dimana mempelai pria menuangkan beras, beras ketan, kacang tanah, jagung di sertai rempah-rempah, bunga dan mata uang logam berbagai nilai yang telah di siapkan di satu wadah dan mempelai wanita menerima dengan selendang kecil dan setelah itu selendang tersebut di ikat dan di berikan kepada ibu dari mempelai wanita. Dalam prosesi ini kacar kucur mempunyai makna pemberian nafkah dari suami kepada istri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline