Lihat ke Halaman Asli

Fina Kamala

Hargai orang lain jika ingin di hargai

Penyelesaian Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)

Diperbarui: 16 Desember 2021   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENDAHULUAN

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah global yang  masih belum terselesaikan.Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT merupakan satu-satunya perangkat hukum yang dapat digunakan secara khusus untuk menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana KDRT di Indonesia. Undang-undang PKDRT  secara jelas mengatur proses yang harus diikuti untuk menangani kasus kekerasa dalam rumah tangga. Kekerasan  dalam rumah tangga lebih sering terjadi pada perempuan yang berstatus istri,  pelaku utamanya adalah laki-laki. Hal ini disebabkan oleh faktor internal termasuk kepribadian pelaku  yang cenderung emosional, ekonomi, dan pihak ketiga dalam rumah tangga. Faktor eksternal meliputi perbedaan budaya/adat, perbedaan agama atau kepercayaan pasangan suami istri, dan tidak adanya saling memahami satau sama lain. Dalam hal ini proses penyelesaian dilakukan dengan cara mediasi atau musyawarah.   Proses penyelesaian kasus KDRT di luar pengadilan, yaitu pra-penyelesaian sengketa (penanganan), tahap penyelesaian sengketa (tahap mediasi), tahap  penyelesaian sengketa akhir sengketa (tahap mediasi akhir).

PEMBAHASAN

Meningkatnya insiden kekerasan dalam rumah tangga adalah sekuel jangka panjang dari persiapan remaja yang tidak memadai untuk persiapan di rumah. Kurangnya pengetahuan dan berbagai faktor lainnya membuat orang-orang di rumah lebih rentan terhadap kekerasan  fisik, psikologis dan seksual. Penyelesaian kasus KDRT yang serius dapat dilakukan di pengadilan, tetapi ada juga penyelesaian  di luar pengadilan untuk kasus KDRT.

Kekerasan dalam rumah tangga umumnya di alami oleh perempuan, karena perempuan seringkali dipandang lemah dan tidak berdaya. Stigma negatif terhadap perempuan inilah yang menyebabkan kasus KDRT di Indonesia tidak menemukan titik temu. Namun, terkadang perempuan juga bisa menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga, meski angkanya jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Faktor internal penyebab KDRT seringkali adalah sifat pelaku, kondisi ekonomi dan komunikasi yang buruk. Faktor lain, terutama karena perbedaan etnis atau budaya dan faktor lingkungan yang mendukung adanya kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini meningkatkan kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia.

Akhir-akhir ini, penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia berakhir dengan perceraian. Perceraian dipandang sebagai jalan keluar dari setiap masalah kekerasan yang muncul di lingkungan keluarga. Bukan berarti tidak ada jalan lain, misalnya penyelesaian kasus KDRT dengan cara damai masih dianggap tabu dan dianggap tidak efektif.

Pada kenyataannya, kasus KDRT yang berujung pada perceraian bisa berdampak negatif bagi kedua belah pihak, terutama anak. Pelaku akan divonis penjara dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga dan korban akan memulai hidup baru, bukannya dilindungi, mereka akan praktis dikucilkan dan bagi anak akan berpengaruh pada psikologisnya.

Penyelesaian kasus KDRT secara damai pertama dapat dilakukan tanpa perlu adanya mediator. Tingkat penyelesaian ini dikenal sebagai mediasi, di mana kedua belah pihak memiliki inisiatif sendiri untuk bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. Cara kedua bisa dilakukan dengan meminta bantuan keluarga sebagai bentuk rekonsiliasi. Hal ketiga yang dapat diselesaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak adalah meminta bantuan kepala desa untuk menengahi.

PENUTUP

paya perlindungan hukum terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga di negara ini, diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undang PKDRT  secara jelas mengatur proses yang harus diikuti untuk menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan  dalam rumah tangga lebih sering terjadi pada perempuan yang berstatus istri, sedangkan pelakunya terutama laki-laki. Hal ini disebabkan oleh faktor internal termasuk kepribadian pelaku  yang cenderung bergantung secara emosional, ekonomi, pada pihak ketiga dalam rumah tangga. Faktor eksternal meliputi perbedaan budaya/adat, perbedaan agama atau kepercayaan pasangan suami istri, dan keduanya tidak dipahami dengan baik.Pada kenyataannya, kasus KDRT yang berujung pada perceraian bisa berdampak negatif bagi kedua belah pihak, terutama anak.Penyelesaian kasus KDRT secara damai pertama dapat dilakukan tanpa perlu adanya mediator. Tingkat penyelesaian ini dikenal sebagai mediasi, di mana kedua belah pihak memiliki inisiatif sendiri untuk bekerja sama untuk menyelesaikan masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline