Karena agama yang diakui di negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, nilai-nilai masyarakatnya cenderung mengikuti nilai-nilai Islam, meskipun ideology-ideologi negara bekerja sama untuk mencapai tujuan nasional. Karena populisme mengakui dan mempertahankan kepentingan masyarakat, negara harus mendukung ajaran Islam. Hal ini menyebabkan munculnya gerakan Islam populis yang memperjuangkan kepentingan masyarakat dan negara.
Populisme Islam adalah usaha untuk menggabungkan berbagai identitas sosial politik Islam ke dalam satu identitas umat yang semi universal. Konsep umat adalah batas politik atau akhir dari proses diskursif yang membentuk blok hegemonik atas kekuasaan negara. Identitas umat adalah variasi dalam kelas, ras, dan etnis. Populisme ini adalah cara untuk menyatukan umat Islam Indonesia dalam pemahaman tentang kehidupan sosial dan politik selama proses pemerintahan negara. Ini berasal dari kepercayaan bahwa struktur tatanan negara harus diubah umtuk mendukung prinsip-prinsip IslamDalam pandangan Islam, paham populis berarti ketidakpuasan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan mayoritas populasi muslim. Trauma dan ketakutan terhadap kekuasaan disebabkan oleh ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara. Akibatnya, orang-orang mungkin merasa perlu untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan negara bahkan mempertimbangkan untuk menggantikan sistem pemerintahan saat ini.
Karena trauma dari politik aliran dan kepemimpinan nasional yang buruk, rakyat lebih memilih pemimpin berdasarkan kinerja daripada ideologi. Meskipun symbol keislaman dapat mempengaruhi pemilih umat Islam, masyarakat hampir pasti tidak akan tertarik selama symbol tersebut menjadi normatif. Masyarakat yang lebih terbuka dan terlibat aktif dalam partisipasi politik sekarang cenderung berpikir kritis setalah belajar tentang politik pada era-era seblumnya. Oleh karena itu, populisme yang mengutamakan kepentingan rakyat menjadi lebih penting. Kepemimpinan menarik masyarakat umum, yang diharapkan menjadi tokoh panutan bagi pejabat elit lainnya, ditarik oleh kualitas dan kinerja kepemimpinannya yang nyata. Faktor sejarah, seperti ketidaksepakatan amtara muslim nasionalis dan muslim religious tentang dasar negara sebelum kemerdekaan, dapat membantu memahami dasar sosial Indonesia. Mereka yang berasal dari kelompok kedua ini terus berdebat tentang komitmen dan keyakinan agama yang akan digunakan sebagai dasar negara. Pada saat ini, peristiwa-peristiwa tersebut tampaknya muncul kembali dengan dorongan yang lebih besar untuk menjaga ideology negara dan menyebarkan sistem pemerintahan yang otoriter dan korup. Populisme Islam ini dapat digambarkan sebagai bentuk politik Islam yang mengecewakan dengan demokrasi formal, yang memiliki banyak catatan negatif dalam sejarah. Pada akhirnya, hal ini mengarah pada perkembangan dan munculnya persaingan politik kontemporer yang fokus pada masalah kepemimpinan populis, yang berasal dari berbagai masyarakat selama berabad-abad..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H