Lihat ke Halaman Asli

finabrevita

mahasiswa

implikasi Islam populis dalam negara kesatuan

Diperbarui: 20 Desember 2024   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Karena agama yang diakui di negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, nilai-nilai masyarakat cenderung mengikuti nilai-nilai Islam, meskipun ideologi negara bekerja sama untuk mencapai tujuan nasional. Karena populisme mengakui dan mempertahankan kepentingan masyarakat, negara harus mendukung ajaran Islam. Hal ini menyebabkan munculnya gerakan Islam populis yang memperjuangkan kepentingan dan haknya di negara dan bangsa. Populisme Islam adalah upaya menyatukan berbagai identitas sosial politik Islam ke dalam satu identitas semi universal umat. Konsep umat adalah batas politik atau akhir dari proses diskursif yang menciptakan blok hegemonik atas kekuasaan negara. Variasi dalam kelas, ras, dan etnis disebut sebagai identitas umat. Populisme ini adalah cara untuk menyatukan umat Islam Indonesia dalam pemahaman tentang kehidupan sosial dan politik selama proses pemerintahan negara ini berasal dari keyakinan bahwa sistem tatanan negara harus diubah umtuk mendukung nilai-nilai IslamDalam pandangan Islam, paham populis berarti ketidakpuasan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan mayoritas populasi muslim. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara menyebabkan trauma dan ketakutan terhadap kekuasaan. Akibatnya, masyarakat mungkin merasa perlu untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan negara bahkan mempertimbangkan untuk menggantikan sistem pemerintahan saat ini.

Rakyat lebih memilih pemimpin berdasarkan kinerja daripada ideologi karena trauma dari politik aliran dan kepemimpinan nasional yang buruk. Meskipun symbol keislaman dapat mempengaruhi pemilih umat Islam, masyarakat hampir pasti tidak akan tertarik selama symbol tersebut bersifat normatif. Setelah melalui proses pembelajaran politik pada era-era sebelumnya, masyarakat yang mulai terbuka dan terlibat aktif dalam partisipasi politik sekarang cenderung berpikir kritis. Akibatnya, populisme yang mendukung kepentingan rakyat menjadi lebih penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline