Lihat ke Halaman Asli

Fina Alvilatifah

Seorang Ibu Rumah Tangga

Ijazah Saja Tak Cukup! Generasi Kita Harus Cakap Wirausaha

Diperbarui: 17 Januari 2024   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar dari https://www.tzuchi.or.id/ (Anak-anak TK Sekolah Tzu Chi Indonesia belajar mempromosikan produk kelas mereka)

Enterpreneur menjadi dunia yang sarat dengan kreativitas. Bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi dan memberikan dampak bagi sekitarnya. Pada masa ini  dunia entrepreneur masih tetap eksis untuk mempersiapkan generasi muda di masa yang akan datang, siap menjadi tenaga yang bisa diserap oleh lapangan pekerjaan, dan juga bisa berdiri dikaki sendiri melalui modal kreativitas serta mental entrepreneur yang tahan banting.

Memang saat ini dunia pendidikan, bahkan sampai di level bawah, sudah memperkenalkan serta mempraktikan entrepreneurship di lingkungan sekolah. Walaupun itu masih dalam pengembangan, sekolah yang juga membekali anak didiknya dengan kegiatan wirausaha masih sedikit, dibanding instansi pendidikan yang belum menjalankannya.

Kegiatan entrepreneur atau bidang kewirausahaan baru akan benar-benar dijalankan saat seorang masuk di gerbang kedewasaan. Saat mereka sudah lulus dari dunia pendidikan. Lazimnya, masyarakat kita masih menganggap demikian. Apakah memiliki jiwa entrepreneur dan menjalankan sebuah usaha harus menunggu dewasa? Bahkan setelah dewasa, dunia kerja dan kewirausahaan seringkali tampak asing, dan menjadi masalah baru bagi lulusan kita. Disebabkan, apa yang mereka pelajari di bangku sekolah berbeda dengan di lapangan kerja. Otomatis hal ini menjadi PR bagi mereka untuk mulai belajar bekerja dan berwirausaha dari enol.

Masyarakat kita menilai, ketika memasuki usia dewasa. Seseorang baru memiliki kematangan yang maksimal untuk berwirausaha, dan dianggap mampu menjalani dunia kewirausahaan dengan mudah. Padahal yang terjadi di lapangan tidak demikian. Saat ini saja, di zaman yang sangat canggih. Anak keturunan kita masih bersaing dengan para pencari kerja yang lain. Banyak juga yang masih menganggur, bahkan mereka yang punya ijazah sampai sarjana masih bingung. Apa yang mau dikerjakan setelah lulus? Mau kerja? Kerja apa? Sejak anak-anak kita kecil, kita sebagai orang yang lebih tua, sudah lebih dahulu mencicipi asam garam kehidupan, harus memiliki strategi yang unik. Untuk membantu masa depan anak-anak kita yang tantangannya akan lebih berat dibanding kita. 

Mempersiapkan Mental Enterpeneur Sejak Dini

Sejak usia dini, anak-anak dipersiapkan untuk menjemput masa depan mereka. Maka dari itu dunia anak syarat dengan kegiatan belajar. Baik itu belajar budi pekerti, akhlak dengan sesama, belajar agama, dan belajar ilmu di bidang akademik. Saat muda inilah anak memiliki banyak waktu luang untuk menempa diri mereka sesuai dengan usia serta memaksimalkan potensi diri sesuai dengan  kapasitas mereka. Sebagaimana pepatah untuk orang muda;

 "Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, belajar di waktu besar bagaikan mengukir di atas air".

Namun demikian tak jarang orang tua merasa cukup, anak-anak mereka belajar tiga aspek tadi; belajar agama serta budi pekerti, belajar akademik, dan belajar bersosialisasi dengan sesama. Orang tua mengharapkan, anak-anak mereka dapat mengerti betapa lelahnya mereka bekerja untuk mencukupi kehidupan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Sehingga orang tua terus mewanti-wanti anak mereka agar belajar yang pintar. Kemudia kalau sudah dewasa bekerja yang giat. Tentu pemahaman mereka tentang tanggung jawab menjadi orang dewasa tidak paripurna, jika anak tidak mempraktekannya secara langsung minimal dalam skala kecil. Mereka hanya paham konsep bahwa "orangtua lelah bekerja demi keluarga dan mereka" tapi sejauh mana pemahaman mereka tentang lelahnya para orang tua bekerja?

Jika ingin anak memahami menjadi dewasa dan beratnya tanggung jawab mencari nafkah. Mau tidak mau anak harus diberi pengalaman yang sama, dengan cara memberikan pendidikan kewirausahaan yang disesuaikan dengan usia serta kapasitas mereka.

Jika anak sudah terbiasa berpikir kreativ mengembangkan jiwa enterpreneur dalam bentuk mengelola usaha kecil yang konsisten. Hal ini menjadi modal anak di masa depan. Setelah lulus pendidikan mampu bersaing dengan kompetitor yang lain. Tentu saja yang diharapkan karakter jiwa enterpreneur selaras dengan dunia pendidikan. Bukan bermaksud mengeksploitasi anak untuk mencari nafkah, tapi sebagai pembelajaran pengalaman berwirausaha.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline