Lihat ke Halaman Asli

Maap Ku Tulis Kisahmu

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Diiringi rintihan hujan kala itu, ketika petang yang semakin layu, disambut desah air dibatas kolam berhembus angin yang merdu, kami bertiga duduk santai menunggu kapan dapat pulang selepas magrib, sabtu malam, pukul 19:00 WITA. Berada di lokasi dengan penampilan asri lagi eksotik dibibir pegunungan Gawalise, Kota Palu, saya yang dikawal kawan karibku (wanita) Nia namanya, tengah asik wawancara dengan kawan baru kami, bernama Bimbin, persis baru kami kenal pada waktu yang sama. Terpaku dibuat kondisi yang memaksa, alhasil mengembangkan rasa gelisah, yang kemudian mengugah satu sama lain untuk saling bertanya, diawali dari pertanyaan ringan hingga bernuansa intim terkuras dalam dialog kami.

Ada suatu kisah yang diceritakannya pada kami (Bimbin punya cerita), mungkin kebetulan, tapi delir petir menggugah raja takjub diawal bait, yakni permasalahan rasa yang dipikul oleh Bimbin beberapa dekade. ("Wadouhh", so itu ini, dalam benakku). Tanpa ragu, saya dan Nia berinisiatip untuk mendengar joo dulu sapa tau ada pelajaran yang dapat dicabut dan menghasilkan hadiah. Ceritanya begini, ketika "cintanya" berdasar "Emosi" dan rasa bersalah, sahut Bimbin.  Jadi, kisah ini akan saya ceritrakan kembali dengan sudut ruang Bimbin yang seolah bercerita langsung, mari simak kisahnya.


Semenjak saya berkenalan dengan beliau, begitu luar biasa pesona, kharisma, serta wibawa yang saya temukan darinya, walau kami tak sebegitu dekat rupanya. Potret perempuan yang sedikit tomboy namun memiliki pemikiran yang mandiri, ditunjukan dalam setiap gerakan, tindakan, dan sikapnya menangani kondisi, lingkungan, bahkan tantangan sekalipun.. Potongannya agak tinggi memang, dihias rambut sebahu menutupi pundaknya yang tegap, terlihat sedikit arogan namun dibekali pandangan visioner tentang masa depan.

Bukannya berlebihan, tapi ini lebih kepada sikap saya (Bimbin) dalam menanggapi fatamorgana yang mulai redup dari tabir pandangku. Olehnya aku, ingin kembali mengulang pertemuan itu, ditandai dari suatu rasa yang tak kukira kapan datang, tak bisa kuprediksi dapan dimulai, dan semoga semua ini berakhir secepatnya.

Kurang lebih 6 tahun aku mengenal dia, pertama dari sekilas pendangan tanpa perkenalan yang sebegitu panjang. Hanya berdasar absensi kehadiran masa itu, ternyata namanya "Sara" (sebut saja), karena beberapa kali dia dipanggil dengan nama yang sama. Hingga semuanya pun berjalan cepat, hingga kini (2013) aku menilai "Sara" sangat banyak berubah, kemungkin dari segi umur yang lebih dewasa, ataupun segala yang mempengaruhi dia. walau, sekalipun kini kami tak pernah berjumpa lagi semenjak ia pergi dan mungkin suatu saat nanti kembali, sebab aku mengintai setiap perkembangannya, ibarat "Paparazzi" yang tak ingin diketahui.

Sekitar 20 tahun lebih usianya sekarang, tak terlampau jauh dengan umurku, kerena kami berdua seusia pada bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Satu pengalaman unik, dimana kadang berpapasan dengan postur tubuhnya, serentak tubuhku seperti kaku, gelisah, bahkan buntu. wadauhh.. Begitulah kondisiku dibuatnya, kejadian yang tidak biasa terjadi ketika berpapas dengan wanita lain, bahkan orang yang lebih dewasa seperti guru, satpam, bahkan preman sekalipun yang kutemui. Maklum, ketika Remaja, aku tersohor agak bandel dan sedikit temperamen dalam interaksi antar sesama. Meskipun kini, aku sangat berbeda bahkan tergolong stabil akibat adanya kontrol diri, mungkin karena sudah lama aku tak bertemu dengannya yang kemudian memberikan sensasi rindu dan efek perasaan bersalah.


Teringat kejdian tempo lalu (3 tahun yang lalu), sekelumit derita terpaksa kutanam ketika mendekati perpisahan sekolah yang tinggal menghitung bulan, penderitaan itu seakan tumbuh dan berkembang, menyesali setiap langkah waktu yang cepat berlalu, dimana aku tak pernah membayangkan mengapa waktu bergulir terlalu deras mengalir, sementara kami tak sempat untuk berdekatan satu sama lain. Perasaan bersalahpun kian mampir, karna terlalu ragu ingin menelusuri dirinya kala itu.. rindu yang sekarang kemungkinan tak akan pernah berarti lagi, hanyalah potongan rasa kasmaran yang sudah hampa, sebab dia telah berubah, diapun mungkin tak lagi samaa.. Mengingat waktu  3 tahun bukan waktu yang panjang untuk melupakan seseorang, apalagi kami tak pernah bertemu bahkan saling menyapa kembali..

Pikirku bahwa setiap kemungkinan pasti akan ada, dengan dinamika lingkungan yang kini lebih bernuansa liberal dan enerjik telah melilit Sara, dibumbui dengan kepemilikan sesuatupun membuat langkah seakan serba salah.. Jujur, aku cemburu melihat fatamorgana ini.. wahhh, namun apa daya, semakin kucoba melupakan dan bahkan membiarkan seleksi alam ini hilang, semakin luar biasa pula rasa memiliki itu tumbuh liar dilaraku.


Berharap dengan harapan besar (Doa), semoga saja diberikan kekuatan, keberanian, serta peluang dan kesempatan, aku ingin kembali bertemu dengannya guna mengakhiri kriminalitas prasangka rasa yang terlanjur kudekap. Seperti halnya korban bisu yang ingin menggelontarkan sekian banyak pernyataan dengan menghadirkan beberapa saksi demi keadilannya yang diretas oleh residivis sepertimu.

Perlahan lalu lalang, kemudian rambat laun dentuman kecil keluar dari bibirnya (Bimbin), seakan ingin memuntahkan setiap doktrin yang terpaku rapat ditenggorokannya.. dan akhirnya keluar jua, "aku bisa", "pasti bisa", dan "akhiri semuanya". Tunggu saja, setiap amunisi kata sudah dirakit, serta alinea-alineapun telah tertata rapi, dan bahkan jika engkaupun menolak, aku pasti lebih bersuka ria menikmatinya. Sekalipun ramahnya hati semakin marah, namun itulah yang kutunggu darimu "Sara", pernyataan "Tidak" akan kehadiran ku, karna aku sadar dengan segala kapasitas yang kumiliku, tunggu saja, kuhadang kau ketika "Ramadhan" tiba, sambut Bimbin.

Fenomenal kedengarannya, dengan terus malantunkan bait demi bait yang kutangkap dimana sosok Bimbin dengan sedikit nervous tapi tak malu, lanjut  menampilkan gladi resik yang ingin dipentaskannya nanti didepan Sara, dengan bantuan skenario yang telah dibayangkannya, pada bulan yang ditunggu kedatangannya. Akan kuhadang dia dibulan puasa, mengapa demikian? teng, teng, teng.. karena kesempatan dan peluang kami bertemu hanya pada masa itu saja, tidak mungkinlah siang hari aku sekat dia, pastilah malam atau selepas berbuka. Bersama dua alternatip tambahan, kulangsung kerumahnya atau kutunggu kapan reuni kami tiba..

Cerita ini telah disetujui oleh yang bersangkutan untuk ditulis, bahkan, Bimbin tak keberatan bila ada undur opini yang dimasukan dalam cerita ini.. dan akhir kataa, semoga kisah Bimbin dapat menjadi suatu pelajaran yang berharga, dimana kita tak boleh menyianyiakan setiap kesempatan, peluang.. kerena untuk menjadikan peluang itu tercipta kembali merupakan hal yang rumit..

Tambahan, Maap Kutulis Kisahmu Kawan dan (Semoga kau tidak diterima oleh "Sara" yang sama sekali tak pernah memikirkanmu, karena kau memiliki wanita yang kini menjadi calon bagi anakmu kelak…) Wasssalam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline