Ketika kita sedang asyik menelpon dengan seseorang, tiba-tiba telpon mengalami gangguan komunikasi, nadanya terputus-putus, pertama muncul dalam benak kita adalah koneksinya lagi tidak bagus; mungkin cuacanya sedang tidak bersahabat; apalagi saat ini musim hujan. Tentu berbagai alasan bermunculan, sebagai pembenaran untuk menghibur diri. Tentu lain halnya bila ternyata kita mengetahui bahwa koneksi jaringan komunikasi terganggu karena penyadapan. Reaksi spontan akan muncul yakni kemarahan. Apalagi komunikasi yang disampaikan menyangkut hal yang sangat penting. Kemarahan karena kerahasiaan sudah sedikit banyak tersingkap; pada akhirnya menjadi rahasia umum alias diketahui publik. Kata penyair: "sakitnya tuh di sini deh".
Terlepas benar atau tidaknya penyadapan atas SBY, kemunculan pernyataan penyadapan dalam sidang lanjutan Ahok, publik serta-merta menduga bahwa ada upaya terselubung, yakni kentalnya nuansa politik. Masyarakat Indonesia mulai mengetahui berbagai macam rumor dan strategi politik tertentu yang sedang dipertontonkan ke ranah publik. Kepentingan kekuasaan dan Pilkada lebih riuh, seakan menabuhkan genderang pertarungan tanpa pantang menyerah sembari menjatuhkan popularitas kandidat tertentu. Memainkan isu-isu ke publik, kemudian digoreng, sehingga publik merasa renyah untuk menikmatinya. Publik seolah dihipnotis dengan aneka pembenaran isu-isu dan hoax yang bertebaran di berbagai media. Masyarakat ditunjukkan polarisasi kekuatan-kekuatan politik praktis.
Penyadapan sangat mungkin dipakai bila memang komunikasi disinyalir membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi pihak inteligen melihat ada indikasi meresakan kehidupan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H