Lihat ke Halaman Asli

Filipus Krisna Hargo

my Gmail filipus.krisna13@gmail.com

Vechters Achter De Schermen

Diperbarui: 29 Januari 2020   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

             Judul tersebut merupakan terjemahan dalam bahasa belanda yang secara harafiah berarti "Pejuang di Balik Layar". Sebelum kita jauh menelisik siapa tokoh pejuang tersebut, mari kita mengetahui sumber dari bahasan ini.  kita pasti mengenal buku yang dipelopori J.H. Abendanon yang berjudul "Door Duisterinis Tot Licht" atau "Habis Gelap Terbitlah Terang" Buku ini berisi surat surat yang ditulis oleh seorang pahlawan wanita asal Jepara yang dengan getol memperjuangkan emansipasi wanita. Ya... siapa lagi ? kalau bukan R.A. Kartini.

            Seluruh Indonesia setidaknya mengenal siapa tokoh ini. Dalam surat suratnya yang ditulis untuk beberapa sahabat penanya dari Belanda bernama Stella Zeehandelaar, Pieter Sijthoff, Henri Hubertus van Kool, Rosa Manuela Abendamon, Marie Avink Soer, dan Hilda Gerarda De Booy Kartini menuliskan betapa pentingnya emansipasi bagi kaum permpuan, serta nilai nilai HAM.

            Banyak yang tidak tahu bahwa Kartini memiliki saudara laki yang berperan dalam padangan pandangan Kartini tentang nasionalisme dan humanisme. Namanya Kartono. Ia lahir di Mayong pada tanggal 10 April 1877. Pendidikannya dimulai di Europeesche Lagere School di Jepara, lalu ke Hogere Burger School di Semarang dan melanjutkan di Sekolah Tinggi Delft, kemudian pindah ke Universitas Leiden Belanda. Ia merupakan seorang polyglot, atau seorang ahli bahasa, yang dapat menguasai 44 bahasa.

            Ia juga merupakan wartawan yang terjun langsung ke Perang Dunia pertama, dan pernah bekerja di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenscappen namun ditolak. Kartono sangat berperan dalam perjuangan Kartini. Ia sangat memperjuangkan hak hak manusia di Indonesia, terkhusus di Jepara pada waktu itu. Ia memberika pandangan kepada Kartini bahwa kesetaraan manusia merupakan sumber yang paling tinggi dari segalah hukum.

            Lalu apa yang menarik dari sosok Kartono ini. Bila kita telusuri kembali Sosrokartono, atau dikenal dengan nama Kartono ini sungguh mendukung Kartini dalm perjuangannya. Ia memberikan gambaran gambaran tentang humanisme kepada adiknya itu, sehingga mendorong Kartini untuk terus berjuang bagi rakyat pribumi yang tertindas khususnya kaum perempuan.

            Kartono juga seorang yang tangguh, sifat ini dapat kita lihat ketika Kartono menjadi wartawan di Perang dunia 1, ia berusaha dengan keras untuk dapat meliput pertemuan rahasia antar Jerman dan sekutu tentang gencatan senjata. Perjuangan lainnya yang dilakukan Kartono adalah mendirikan beberapa perpustakaan untuk menunjang pengetahuan rakyat pribumi diantaranya Panti Sastra di Tegal dan Perpustakaan Darussalam di Bandung. Kartono juga terus berjuang untuk mencerdaskan rakyat pribumi dengan menjadi Kepala Sekolah di Taman siswa, dan mendirikan Dar-Oes-Salam yang menyediakan fasilitas kesehatan bagi rakyat pribumi.

            Dari sini sungguh jelas bahwa peran Kartono dalam memperjuangkan kehidupan masyarakat pada waktu itu. Perjuangan yang tidak kenal mlelah ini diturunkan kepada adiknya R.A. Kartini walaupun sebagai seorang perempuan ia tetap gigih melawan balok balok penghancur kesetaraan antar manusia.

            Lalu apakah perjuangan Kartono masih relevan dengan kehidupan zaman ini ? tentu masih relevan.

Kita bisa mengimplementasikan perjuangan perjuangan Kartono dalam bidang kehidupan sehari hari. Saya ambil contoh ketika Kartono menjadi wartawan, ia secara total mengerahkan segalanya demi hasil liputan yang maksimal. Sikap totalitas, merupakan contoh yang relevan bagi kita, khususnya kamu muda. Banyak kaum muda modern yang tergiur dengan hal hal instan dan melakukannya hanya sebgaia formalitas saja. Dalam arti lain banyak pemuda yang setengah setengah jika melakukan pekerjaan.

            Sikap lain yang patut kita tiru adalah semangat nasionalisme-nya tentu saja. Perjuangannya untuk mencerdaskan penduduk pribumi patut diapresiasi. Ia dengan gigih mendirikan perpustakaan, sekolah, dan institusi pendidikan lainnya demi kemajuan negerinya, ia dengan rendah hati menyingkirkna ego-nya dan "membumi" dengan caranya sendiri. Sebetulnya ia bisa saja . Kita tentu saja dapat melakukan hal yang sama, meski tidak sama seperti yang dilakukan Kartono. Lewat hal hal kecil, seperti mengikuti upacara bendera, mendengarkan lagu lagu nasional, atau hal hal lain.

            Kartini dan Kartono memang patut disebut sebagai pejuang sejati bangsa. Tidak peduli bahwa sekarang mereka semakin dilupakan, atau dianggap ketinggalan zaman. Tapi yang terpenting adalah hasil dari perjuangannya dapat kita rasakan sekarang. Apakah kita akan mengikuti sikap dari para pejuang kita ini ? atau kita akan terus hidup dalam paradoks lama, dimana kita hanya terus menikmati tanpa harus berjuang ? ini yang menjadi pertanyaan untuk kita semua. memang tidak mudah, tapi tidak salah kan untuk mencoba ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline