Lihat ke Halaman Asli

De Kils Difa

Penikmat

Cita Gita

Diperbarui: 14 Desember 2015   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Segala Puji Bagimu Ya Allah, Tuhan Sekalian Alam

Siang ini udara panas sekali. Aku berlari menyusuri pematang sawah yang telah habis masa panennya. Banyak sekali berserakan sisa-sisa padi yang kemarin baru saja telah dipanen dan langsung digiling sebelum dibawa ke koperasi desa untuk di pasarkan.

Aku tak mau berhenti, walau terdengar suara teman-teman yang mengajak untuk berteduh sambil istirahat setelah berlari tak henti dari halaman sekolah. Aku berlari terus dan tak peduli. Sekilas aku menoleh untuk melihat mereka sebelum langkahku jauh meninggalkanya. Mereka tertawa. Tomi, teman kelasku yang bertubuh tambun alias mirip gentong rupanya sedang asyik di godai sama teman-teman. Meraka mengelitiki Tomi yang sedang duduk istirahat mengambil nafas. Denis si bocah kurus kecil nan usil terlihat tertawa geli karena sudah membuat Tomi ketakutan untuk dikelitiki.

Aku iri melihat mereka. Tapi aku harus bagaimana? Ada yang harus aku kerjakan setiap pulang sekolah, dan itu tidak boleh aku tinggalkan. Sebab ibu sering marah jika aku tak mematuhi peraturan yang telah dibuatnya. Maklum aku adalah anak tertua dari tiga bersaudara. Kedua adikku, Noni dan Nana masih berumur 8 dan 6 tahun. Mereka sangat kecil untuk memahami keberadaan dan kondisi yang harus dihadapi kami sebagai satuan keluarga. Mengingat itu, aku segera pergi dan berlari sekencang-kencangnya.

##


Tuhan Pemilik Cinta, Tuhan Penebar Kasih

Ibu sedang melayani pembeli. Hari ini ramai sekali. Tidak seperti dua hari kemarin, Ibu hanya bengong menunggu kedatangan para pembeli rujak dan gado-gado dagangannya. Mukanya cemberut dengan mimik yang lucu. Sesekali senyum kalau melihat putera dan puterinya, mungkin ia bermaksud menghibur atau mencoba menunjukan suatu sikap bahagia padahal sebenarnya tidak. Tapi itulah Ibu. Tetap semangat dengan semua kondisi yang ada.

Ia memanggil serta mengagetkanku yang sedang asyik melamun mengingat hari kemarin. Diperintahkannya aku untuk mengambil sayuran untuk gado-gado di dalam rak makanan. Rupanya, sebagian sayur di luar telah habis. Untung masih ada cadangan. Sehingga ibu masih tetap berjualan meski hari menjelang petang.

“Gita… ibu senang hari ini”
Ia memulai pembicaraan setelah warung tampak sepi dan tinggal kami berdua.

“Gita juga senang kalau melihat Ibu senang”.
Ia mengusap kepalaku. Tangisnya tadi malam saat bermunajah kepada pemilik alam, terbayar hari ini. Ia terus mengembangkan senyum.

“Kamu kalau mau main, pergilah…! Tapi jangan lupa ajak adikmu Nana. Biar Noni sama ibu di sini menunggu warung. Tanggung tinggal sedikit lagi habis”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline