Beberapa tahun ini sekolah inklusif menjadi sebuah terobosan baru lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Menjadi sebuah branding khusus yang menjadikan sekolah lebih humanis dan menerima segala kondisi input peserta didik. Termasuk peserta didik yang memiliki kondisi berkebutuhan khusus. Dalam upaya memenuhi prinsip pendidikan yang dapat dinikmati oleh semua kalangan bagaimanapun kondisinya.
Dalam perjalanan pengelolaan sekolah inklusif ternyata banyak kendala yang dialami oleh lembaga. Terutama lembaga-lembaga yang secara sistem baru memulai konsep sekolah inklusif. Tak ayal banyak kepala sekolah dan guru yang bingung bahkan pusing karena dihadapkan dengan konsep sekolah inklusif.
Jika kita teliti lebih seksama, sekolah inklusif menghadapi 2 konsep atau metode belajar yang berbeda. Antara anak yang berkebutuhan khusus dengan yang tidak. Maka selayaknya lembaga-lembaga pendidikan yang menggunakan konsep sekolah inklusif meperhatikan hal itu. Maka di bawah ini adalah tantangan yang dihadapi oleh sekolah inklusif.
1. Kurangnya Kompetensi Guru
Sekolah inklusif menguji para guru untuk konsentrasi pada 2 anak yang berbeda kondisinya. Tentunya ini akan menjadi sebuah ajang melatih kompetensi guru dalam mengelola ruang kelas agar kondusif dan tertib dengancara yang humanis. Yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan kondisi ini adalah upgrade kompetensi guru. Sehingga guru memiliki kemampuan dan kompetensi untuk mengelola kelas inklusif. Karena tanpa ilmu yang memadai tentang kebutuhan sekolah inklusif, guru akan kesulitan dalam mengelola kelas.
2. Kurangnya Pemahaman Lembaga Tentang Sekolah Inklusif
Sekolah inklusif dari atas (kepala sekolah) sampai bawah (guru, petugas) wajib mengetahui tentang konstruksi yang dibangun oleh sekolah inklusif. Sehingga dalam ranah teknis dan praktek dilapangan para stakeholder benar-benar tahu tentang apa itu sekolah inklusif dan bagaimana seharusnya menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus. Maka perlunya lembaga pendidikan mengadakan bimbingan teknis tentang sekolah inklusif kepada seluruh stakeholder yang ada.
3. Kurangnya Sarana dan Prasarana
Sampai hari ini sekolah yang sarana dan prasarananya sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus sangat sedikit. Sarana dan prasarana ini sangat penting karena terkait dengan faktor mobilisasi anak berkebutuhan khusus. Maka jika membuat sistem sekolah menggunakan sekolah inklusif pastikan siap sarana dan prasarananya. Agar tidak ada diskriminasi dalam memperoleh fasilitas sarana prasarana disekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H