Perang yang berlangsung antara Israel dan Iran di Timur Tengah tidak hanya berdampak pada wilayah yang bersangkutan, tetapi juga memengaruhi perekonomian global, termasuk Indonesia. Konflik ini membawa berbagai tantangan ekonomi yang dapat dirasakan oleh banyak negara, terutama negara-negara yang bergantung pada impor minyak seperti Indonesia. Untuk memahami dampaknya, kita perlu melihat bagaimana eskalasi konflik ini dapat memengaruhi beberapa sektor penting di Indonesia.
Konflik antara Israel dan Iran menyebabkan harga minyak dunia melonjak tajam. Pada awal Oktober 2024, harga minyak mentah Brent naik sebesar 3,72 dolar AS atau 5,03 persen, mencapai 77,62 dolar AS per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga naik 5,15 persen menjadi 73,71 dolar AS per barel. Kenaikan ini merupakan respons langsung terhadap eskalasi serangan antara kedua negara, yang menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan minyak global.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak ini memiliki dampak signifikan. Sebagai negara yang sangat bergantung pada impor minyak, kenaikan harga minyak global dapat meningkatkan biaya impor minyak mentah dan produk turunannya. Hal ini memperburuk defisit perdagangan dan meningkatkan beban subsidi bahan bakar yang harus ditanggung pemerintah. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar di dalam negeri akan memicu kenaikan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya menyebabkan inflasi.
Dampak inflasi ini dapat mengurangi daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah, yang sangat bergantung pada harga barang pokok dan energi yang stabil. Kenaikan biaya hidup akan menjadi beban tambahan bagi rumah tangga, memengaruhi konsumsi domestik, dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Ketidakstabilan Pasar Keuangan dan Pengaruh terhadap Rupiah
Selain dampak langsung pada harga minyak, konflik Israel-Iran juga menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global. Investor cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil risiko di tengah ketidakpastian geopolitik seperti ini. Aliran modal dari pasar-pasar berkembang, termasuk Indonesia, kemungkinan akan berkurang karena investor mencari aset yang lebih aman, seperti emas atau obligasi pemerintah di negara-negara maju.
Penarikan modal ini dapat melemahkan nilai tukar rupiah, yang akan berdampak pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Nilai tukar yang melemah akan meningkatkan harga barang impor, yang kemudian menambah tekanan inflasi. Selain itu, pelemahan rupiah juga dapat menghambat investasi asing di Indonesia, mengurangi pendapatan dari sektor ekspor, dan memperburuk kondisi perdagangan internasional.
Sektor manufaktur Indonesia, yang bergantung pada bahan baku impor, juga akan terdampak oleh kenaikan harga komponen impor. Hal ini dapat memperlambat produksi dan menyebabkan penurunan daya saing produk Indonesia di pasar global. Sektor ekspor pun akan menghadapi tantangan, terutama ketika pasar global terpengaruh oleh ketidakstabilan yang dipicu oleh konflik.
Gangguan Rantai Pasok Global
Konflik Israel-Iran juga dapat berdampak pada gangguan rantai pasok global. Teluk Persia adalah salah satu jalur utama distribusi minyak dan perdagangan internasional. Jika jalur ini terganggu, maka akan berdampak luas pada perdagangan global. Negara-negara yang bergantung pada bahan baku dan produk dari Timur Tengah akan menghadapi keterlambatan pengiriman dan kenaikan biaya logistik.