Lihat ke Halaman Asli

fikri syah

Menari Dengan Literasi

Cinta Melampaui Aturan

Diperbarui: 12 Juli 2024   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Pinterest @shr.oᴥo/diolah pribadi

Manusia, makhluk sosial yang kompleks, sering kali mengalami kecenderungan ingin memiliki dan mengendalikan. Hal ini terutama tampak jelas dalam hubungan antar pasangan, di mana sering kali aturan-aturan diberlakukan sebagai bentuk ekspresi dari "cinta". Namun, apakah yang sebenarnya terjadi di balik tirai aturan-aturan tersebut?

Sejak zaman purba, manusia telah menjadi makhluk sosial yang berpasangan dengan lawan jenisnya. Dorongan untuk memiliki, baik dalam arti fisik maupun emosional, terkadang menjadi pendorong utama dalam hubungan ini. Namun, di era modern ini, kebutuhan akan memiliki seringkali disalahartikan sebagai cinta yang tulus. Padahal, apa yang sebenarnya terjadi adalah pelampiasan dari ego yang menggebu-gebu.

Banyak dari kita cenderung meluapkan rasa sayang dengan cara-cara yang berlebihan. Perhatian yang kadang-kadang berubah menjadi pengaturan yang terlalu ketat. Larangan ini, larangan itu, aturan-aturan yang dibuat oleh salah satu pasangan sering kali dianggap sebagai tanda cinta yang mendalam. Namun, mungkin ini hanyalah refleksi dari keinginan untuk mengendalikan, bukan untuk mencintai secara tulus.

Pertanyaan yang mendasar adalah dari mana asal aturan-aturan ini? Apakah benar-benar berasal dari rasa cinta yang mendalam, ataukah lebih berasal dari ego yang ingin menunjukkan kekuasaannya? Aturan-aturan kecil yang mungkin tidak terlalu berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari seringkali masih bisa diterima. Namun, ketika aturan-aturan ini sudah menciptakan rasa tidak nyaman dan merasa terkekang, mungkin saatnya untuk merenung.

Cinta sejati seharusnya melampaui segala aturan-aturan manusia. Cinta adalah tentang tanggung jawab, komitmen, dan rasa bahagia yang tumbuh secara alami. Ketika cinta hadir, tidak ada lagi kebutuhan untuk mengatur-atur. Sebaliknya, cinta memberi kebebasan kepada pasangan untuk tumbuh dan berkembang tanpa merasa terkekang.

Penting untuk kita semua untuk merefleksikan diri. Apakah aturan-aturan yang kita terapkan kepada pasangan berasal dari cinta yang tulus, ataukah lebih karena ego yang ingin menunjukkan kekuasaan? Ego sering kali mencari pembenaran atas tindakannya, bahkan ketika itu berarti membatasi kebebasan dan kesejahteraan pasangan.

Cinta sejati tidak membutuhkan pengawasan atau aturan-aturan yang mengikat. Cinta alami adalah memberi kebebasan kepada pasangan untuk merasakan kebahagiaan bersama. Namun, ego sering kali hadir dalam bentuk aturan-aturan yang melegitimasi pemilikian terhadap pasangan. Ini bukan lagi tentang cinta, melainkan tentang kebutuhan untuk membenarkan dan mengontrol.

Sangat penting untuk bertanya kepada diri sendiri dan pasangan: apakah aturan-aturan ini membawa kebahagiaan, atau justru membuat kita merasa terkekang dan tidak nyaman? Apakah selama ini kita benar-benar mengimplementasikan cinta sejati, atau justru lebih kepada kepemilikan dan pengendalian terhadap pasangan?

Dalam menghadapi dinamika hubungan, kita harus lebih jeli membedakan antara cinta yang sejati dan pelampiasan ego. Cinta sejati membebaskan, memberi ruang untuk tumbuh dan berkembang tanpa membatasi. Sementara itu, ego hadir dalam bentuk keinginan untuk memiliki dan mengendalikan. Mari kita renungkan, apakah yang selama ini kita lakukan benar-benar murni dari cinta, ataukah lebih kepada keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan ego kita sendiri?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline