Lihat ke Halaman Asli

Diens

Diperbarui: 5 Juni 2016   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hallo……., Namaku Kurniawan Sumargo, biasanya sich aku dipanggil sama teman – temanku Ian. Ini adalah kisah cintaku yang berawal dari persahabatanku. Ceritaku ini berawal dari pada saat ketika aku duduk di bangku SMP kelas 3. Aku mempunyai sahabat yang terdiri dari 6 orang anak. Ada 3 cowok dan 3 cewek. Diantaranya ada salah satu cewek yang bernama Chein, dia adalah satu – satunya cewek yang paling dekat denganku. Awalnya aku hanya beranggapan bahwa Chein itu sahabat yang paling care sama aku, karena dia selalu menemaniku disaat ku suka dan duka. Tetapi lama – kelamaan aku merasakan adanya rasa kepadanya yg tak ku mengerti, dan pada saat dia nggak ada di sampingku ku merasa kesepian, juga ketika dia bersama orang lain hatiku merasa marah sekali. Tetapi aku merasa, bahwa aku tidak pantas untuknya karena dia sahabat terbaikku. Tetapi aku bingungnya, kata teman – teman dia sudah punya pacar. Suatu ketika, dia berkata padaku, “Ian, sebagai sahabat yang baik, aku tidak akan pernah pergi menjauh darimu atau dari siapapun. Kecuali ada yang…….” Tiba – tiba terputus karena dia segera lari menuju kantin.

Sebenarnya aku bingung, apa kelanjutan pembicaraannya itu. Dan beberapa hari kemudian aku lihat Chein berduaan dengan Aceng (dia adalah sahabatku juga) , tapi yang lainnya (para sahabatku yang lain) nggak ada! Apa yang terjadi ? Aku bingung ditambah lagi hatiku marah banget. Keesokan harinya Aku langsung menemui Aceng tentang yang kemarin waktu dia berduaan sama Chein.Dan aku berkata pada Aceng, “Ceng! Kamu kemaren sama Chein ngapain aja. Kamu mau macarin Chein? Apa maksudmu ?! Jangan sampai ya persahabatan kita rusak cuman gara – gara kamu pacaran sama Chein .” “Kamu kenapa sich Ian ? Aku tuch nggak pacaran sama Chein! Kenapa kamu…….” “Nggak! Aku sich nggak seperti yang kamu bayangin!” Setelah itu aku langsung bergegas lari menjauhi Aceng. Seminggu telah berlalu, kecurigaanku mulai terungkap, dan ternyata memang semua itu terjadi. Aku segera menceritakannya pada sahabatku yang lain. Dan mereka semua setuju untuk tidak akan menganggap Aceng dan Chein sebagai mereka lagi.

Ternyata dibalik itu semua, Chein mengakui bahwa dia sebenarnya tidak mencintai Aceng. Hanya saja selama ini Chein merasa diberi perhatian lebih oleh Aceng. Ridho melakukan itu semua karena Aceng tau kelemahan Chein itu dengan uang. Chein menceritakan pengalaman pahitnya itu kepadaku, karena aku yang lebih tahu keadaan hati Chein. Chein berkata padaku, “Aku hanya mencintai seseorang yang jujur apa adanya.” Tiba -tiba saja aku ingin berubah menjadi seperti orang yang dicintai Chein, yang lebih dewasa. Aku benar – benar bingung dengan sikapku terhadap Chein. Oh Tuhan, apa yang sedang aku alami ini? Aku terus berdo’a sambil meminta banrtuan Yang Maha Tahu untuk mengetahui rasa apa yang aku alami. Beberapa hari kemudian, aku telah menjadi orang yang lebih kekanak – kanakan seperti dulu. Sifat yang biasanya aku mencoba untuk menjadi lebih dewasa, kini menjadi seseorang yang jujur apa adanya seperti apa yang dikatakan Chein dulu. Ridho menyadari perubahanku ini. Dan dia bertanya kepadaku, “Leo, kamu cintakan sama Chein.” “Nggak…” “Jujur aja dech sama aku.” “Aku bilang nggak, ya nggak.!!!” “Sebenarnya, aku sudah tahu kok meskipun kamu bilang nggak. Kamu suka kan sama Chein.?? 

Ngaku aja dech… Aku ini seseorang yang telah menerima kemunafikanmu!” “Ceng! Sebenarnya aku memang suka sama Chein! Tetapi aku tidak ingin memilikinya, karena aku tahu kalau Chein mencintaimu dan juga aku nggak ingin kalau persahabatan kita pecah karena gara – gara kita memperebutkan Chein. Aku hanya ingin menjadi seseorang yang baik dan juga menyenangkan buat Chein.” “OK! So kamu mau menjadi seorang sahabat yang menjadi rasa cinta!” Aceng berbicara kepadaku sambil mendorongku.

Kemudian, tiba – tiba Chein datang dan langsung menolongku yang terjatuh karena aku nggak siap menerima dorongan dari Aceng. Livia langsung memarahi Aceng, “Aceng, aku nggak suka kamu yang seperti itu! Yang kasar!” Kemudian Chein mengajakku ke UKS. Disitu Chein berkata padaku, “Ian, sorry ya sebelumnya. Kalau kamu memang aku nggak bisa balas cintamu itu. Aku nggak suka sama orang yang kekanak – kanakan. Tapi disatu sisi aku juga suka sama kamu yang orangnya apa adanya! Walau kamu kekanak – kanakan, aku hanya bisa menganggapmu sebagai sahabat terbaikku saja, nggak lebih.” Setelah Chein berkata begitu kepadaku dia langsung lari keluar ruangan UKS. Malampun tiba, malam itu aku ingin sekali menelepon Tiara (dia juga sahabatku), tetapi nggak diangkat.

Akhirnya aku ke rumah Tiara. Sesampainya disana, aku tak sengaja mendengar pembicaraan antara Tiara dengan Chein. Ada apa ini? Dan Chein berkata pada Tiara, “Ra, sebenarnya aku tuch suka sama……Ian. Tetapi nggak ada alasan untuk aku nggak mencintai Aceng karena dia sudah ngasih aku segalanya. Walaupun itu sebenarnya jerih payah bokapnya. Tapi dia pernah menyelamatkan nyawaku!” Tiba – tiba ia berhenti sejenak. Segera aku masuk ke kamar Tiara. “Chen, Ridho sudah melakukan apa??” “Ian, dia sudah menyelamatkan aku.” “Nyelamatkan apa?” “Kenapa sich! Kamu suka sama aku? Kamu cinta sama aku?” “Ha…Ha…Ha…Nggak mungkinlah Chen. Kalau begitu aku pergi dulu ya…..” Setelah itu, aku langsung meninggalkan rumah Tiara. Aku langsung menuju ke rumah Chein dan mencurahkan isi hatiku kepada Dika (adik Chein). “Gimana nich Ka! Aku tuch sebenarnya suka sama kakakmu, tetapi aku nggak mungkin bilang itu semua ke kakakmu! Aku nggak mau persahabatanku Ka!” “Kalau begitu kakak nggak usah suka sama kakakku ajah.” 

“Ya nggak bisa begitu Ka………” Tiba – tiba Meily (dia juga sahabatku) datang, “Dika, Ian, kalian lagi ngapain?” “Nggak Ly, aku lagi bicara tentang Game sama Dika.” “Nggak Kak Meily. Dia tadi bukan bicara tentang Game, tetapi Kak Ian bicara kalau dia…….” Aku langsung menutup mulut Dika, dan membisiki Dika, “Ka, jangan bilang ke siapa – siapa. Termasuk kakakmu juga ya.” “Kalian bisik – bisik apaan sich. Aku jadi curiga kalau ada apa – apa.” “Nggak ada apa – apa kok Ly.” “Pasti ini tentang Chein kan?” “Nggak.” “Ngaku aja dech!” “Tapi jangan beri tahu ke yang lainnya ya?” “OK dech. Tapi sebenarnya ada apaan sich?” “Sebenarnya ya, aku akui kalau aku suka sama Chein, tetapi kalau aku jadian sama Chein, terus persahabatan kita hancur dong.” “Kalau kamu suka sama Livia gak apa – apa kok, kami nggak akan nggangguin kalian untuk pacaran. Dan persahabatan kita nggak akan pernah hancur.

Kami semua sudah tahu kalau kamu suka Chein, tetapi kecuali Chein.” “Yang bener… Ku nggak yakin kalau Chein juga suka sama aku.” “Lho, kamu belum tahu ya kalau Chein tuch suka sama kamu dari lubuk hatinya yang paling dalam.” “Ha……. Yang benar.!!” “Iya. Dia bilang sendiri ke aku.” “Ya sudah ya? Ku mau pulang dulu. Makasih ya Ly.”

 Keesokan harinya, pada saat istirahat sekolah, aku ke kelasnya Chein. Tetapi aku nggak ke Chein, aku mau ke Eko (dia juga sahabatku). Dan aku berkata, “Ko, kamu sudah tahu tentang aku sama Chein.” “Sudah. Memangnya kenapa?” “Kamu takut ungkapin perasaanmu ke Chein.” “Iya. Ko, kamu mau bilangin perasaanku ke Chein.” “Tenang aja. Kamu kan sahabatku.” “Makasih ya Ko.” Setelah sepulang sekolah, aku menemui Eko sekali lagi, “Ko, apakah kamu sudah bilang ke Chein?” “Sudah” “Terus dia jawab apa?” “Sebenarnya sich dia mau jadi pacarmu, tetapi dia takut kalau persahabatan kita berantakan. Lalu ku jawab, sebenarnya kami semua sudah tahu kalau kalian berdua sama – sama suka.” Tiba – Tiba Chein datang menghampiriku, “Ian, Eko, kalian berdua ngapain disini.” 

“Nggak apa – apa kok, hanya bicara tentang… Biasalah anak cowok. Sudah dulu ya, Ian, Chein, aku pulang dulu.” “OK”,jawab kami berdua. Kemudian aku dan Livia ngomong bersama – sama, “Chen…”,”Ian…” “Nggak kamu duluan yang bicara!” “Kamu dulu aja Ian!” “Baiklah aku duluan. Chen, sebenarnya waktu itu yang kita di rumahnya Tiara. Itu semuanya benar. Memang dari dulu aku suka sama kamu, tapi hanya sekedar sahabat aja. Tetapi sekarang tidak, rasanya setiap kamu gak ada didekatku, aku merasa kesepian. Terus setiap ketika kamu bersama orang lain hatiku merasa marah sekali. Chein maukah kamu jadi pacarku?” “A…Ak….Akuu…” Seluruh sahabatku Tara, Aceng, Meily, dan Eko berkata, “YAA…….” “Apa!!! Teman – teman!!!” “Kau sebenarnya mau jawab iya kan. Ngaku aja dech Chen!” “Benar teman – teman.” “Apa Chen? Kamu mau jadi pacarku???” “Iya Ian?!?!?”

“Akhirnya kalian berdua jadian juga….” “Hei Ian!” “Ya teman – teman.” “Ingat Traktir’nya!!!!” “Ah! Kalian bisa aja sich.” “Kalau begitu hubungan kalian tidak kami restui.” “Baiklah besok sepulang sekolah.” “Horeee…” “Ian, sebaiknya kamu ajak tuch pacar barumu jalan. Ya udah ya kami pulang duluan. Selamat jalan – jalan ya Ian, Chein.” Setelah sahabatku pergi aku langsung mengajak Chein jalan. Akhirnya impianku jadi kenyataan juga. Terima kasih Ya Allah telah mendengarkan do’aku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline