Lihat ke Halaman Asli

fikrijamil

Wong Dusun Tinggal di Kampung

Belajar Bernegara Pada Golkar

Diperbarui: 18 Mei 2016   12:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bangsa Indonesia yang telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 yang lalu telah mengalami beberapa fase kehidupan berbangsa dan bernegara. fase tersebut sudah mengisi ruang nafas kehidupan sebagai warga negara dari 17.000 pulau ini yang terkadang terpasung semenjana didalam suatu euforia dan tidak sedikit juga mengalami fase yang kelam.

Catatan sejarah Bangsa Indonesia terkadang  begitu membekas kalau tidak mau disebut ber”sisa” tidak biasa. Pada tahun 1955 pemilihan umum pertama yang melibatkan banyak partai bertarung dengan melahirkan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai pemenang pemilu. Pemilu ini merupakan ajang demokrasi terbesar setelah Indonesia Merdeka. Lima besar pemenang dalam Pemilu pada tahun 1955 ini adalah Partai Nasional Indonesia mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen). Partai lainnya mendapatkan kursi dibawah 10 kursi.

Tahun 1959 ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959 yang menyatakan bahwa badan konstituante dibubarkan dan kembali ke UUD 1945 serta membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Indonesia memasuki era demokrasi terpimpin dibawah Presiden Ir. Soekarno Sang panglima Besar Revolusi.

Era Demokrasi terpimpin ini jatuh pada tahun 1965 yang ditandai dengan terjadinya peristiwa duka pemerontakan PKI dan kematian para jenderal pahlawan revolusi serta juga menandai tumbangnya orde lama. Tahun 1965 ini juga merupakan awal lahirnya sebuah orde yang mereka sebut dengan “orde baru”  atau “orde pembangunan”. Pada fase ini Partai Komunis Indonesia menjadi barang haram dimuka bumi pertiwi Indonesia.

Tahun 1998, dimana ditandai dengan jatuhnya Presiden Soeharto sebagai penguasa rezim orde baru yang telah berkuasa mencengkram Bumi Pertiwi selama 32 tahun dan melahirkan “orde reformasi”.

Orde reformasi ini mengusung tema demokrasi sebagai akarnya dan otonomi daerah adalah sebagai sebuah instrumen dalam memajukan negara yang berkeadilan yang merata, berkemakmuran dalam keadilan dan tetap bersatu dalam payung Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemilihan Presiden, pemlihian Gubernur dan Pemilihan Bupati/Walikota pun dilakukan secara langsung dan menjadi barang wajib karena alasan otonomi daerah, dengan dikeluarkannya banyak aturan yang dimulai dengan keluarnya undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang telah diubah dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014. Bahkan mulai tahun 2015 kemarin pemilihan langsung telah dilakukan untuk memilih Gubernur, Bupati dan Walikota. Sumber dari kpu.go.id menyebutkan bahwa pilkada itu dilakukan di 9 provinsi, 34 kota dan 224 kabupaten dan telah dilaksanakan serentak oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, serta diikuti oleh tidak kurang dari 810 pasangan calon yang terdaftar di KPU.

Sekilas Partai Golongan Karya

Wikipedia.com  menyebutkan bahwa Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), adalah sebuah partai politik di Indonesia. Partai GOLKAR bermula dengan berdirinya Sekber GOLKAR pada masa-masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya 1964 oleh Angkatan Darat untuk menandingi pengaruh Partai Komunis Indonesia dalam kehidupan politik. Dalam perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud menjadi Golongan Karya yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu.

Pada awal pertumbuhannya, Sekber GOLKAR beranggotakan 61 organisasi fungsional yang kemudian berkembang menjadi 291 organisasi fungsional. Ini terjadi karena adanya kesamaan visi di antara masing-masing anggota. Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu:

  1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO)
  2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)
  3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)
  4. Organisasi Profesi
  5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM)
  6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI)
  7. Gerakan Pembangunan

Untuk menghadapi Pemilu 1971, ke-7 KINO yang merupakan kekuatan inti dari Sekber GOLKAR tersebut, mengeluarkan keputusan bersama pada tanggal 4 Februari 1970 untuk ikut menjadi peserta Pemilu melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya (GOLKAR). Logo dan nama ini, sejak Pemilu 1971, tetap dipertahankan sampai sekarang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline