Lihat ke Halaman Asli

fikrijamil

Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menakar Kesetiaan Politik Teman Ahok

Diperbarui: 11 Maret 2016   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi : temanahok.com

Oleh : Fikri Jamil Lubay

Sebentar lagi di bulan April 2016 akan menjadi titik awal dimulainya tahapan Pilkada Gubernur DKI Jakarta. Nama-nama yang selama ini santer disebut untuk menjadi Bakal Calon Gubernur akan segera menjadi Calon Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang levelnya sama dengan Menteri namun dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat Jakarta akan memulai pesta hangat demokrasi ala Indonesia Mini karena Jakarta bisa disebut sebagai barometernya perpolitikan dan keberdemokrasian ala Indonesia.

Ahok Alias Basuki Cahaya Purnama akhir-akhir ini menjadi fenomena sendiri dan sungguh bisa menjadi laboratorium pembelajaran politik yang kekinian. Keberaniannya meng-”gertak” partai sekelas PDI Perjuangan menjadi buah bibir betapa kita sebagai masyarakat awam disuguhi sesuatu yang baru. Ahok yang sesungguhnya sudah menjadi “media darling” sekarang sepertinya menjadi “media genik” karena kemampuannya mengolah komunikasi sesuai dengan “gayanya”. Kasus-kasus seperti Kalijodo, Sumber waras dan terakhir tentu bungkus kabel tak bertuan yang menyumbat selokan raksasa diseputaran Istana Merdeka juga menjadikan Ahok adalah pilihan utama warga Jakarta tanpa perlu berkampanye berlebihan untuk menjadi Gubernur Ibukota.

Fenomena masyarakat Jakarta sepertinya mewakili kebanyakan masyarakat Indonesia untuk menjadikan Ahok sebagai Gubernur Ibukota. Entah apa hubungannya dengan mereka tapi sepertinya semuanya (masyarakat Indonesia)  serentak berdo’a agar Ahok tetap dapat dipilih dan memimpin Jakarta kedepan. Beberapa survey menempatkan Ahok dengan tingkat popularitas dan elektabilitasnya lebih dari 70% yang semakin mengindikasikan bahwa Ahok kalau dilakukan pemilihan hari ini maka dapat dipastikan tetap memimpin Jakarta. Walaupun hasil survey dari beberapa lembaga survey ternama itu dibantah oleh banyak tokoh termasuk sang aktifis Ratna Sarumpaet.

Keberanian Ahok berseberangan dengan banyak tokoh Jakarta dan keberaniannya menolak pinangan beberapa partai politik (terkhusus PDI Perjuangan)  dan berencana maju melalui jalur independen yang dikemas dan disiapkan oleh “Teman Ahok” di Pilkada Jakarta akan memberikan warna yang akan terasa berbeda. 

Kita pernah diberi pelajaran berharga, khususnya masyarakat di Sumatera Selatan ketika pilkada sebelumnya yang menjadikan Alex Noerdin menjadi  Gubernur Sumatera Selatan dengan membentuk “relawan ungu” dan berhasil menjadikan Alex sebagai Gubernur yang hanya berselisih 1 (satu) persen suara dari Gubernur Incumbent Ir. H. Syahrial Oesman-Helmy Yahya,  namun Alex tidak menjadikan “relawan ungu” sebagai kendaraan jalur indpenden untuk maju menjadi calon Gubernur dan tetap menjadikan partai politik sebagai kendaraan resmi.

Masih segar juga dalam ingatan di Pilkada Sumatera Selatan tahun 2013 yang lalu,  semua masyarakat Sumatera Selatan pasti tidak asing dengan “Sahabat Deru” yang digagas oleh para pentolan Ormas Nasional Demokrat (NASDEM). “Sahabat Deru” begitu mem-booming dan begitu dikenal serta sangat populer  namun terbukti gagal menghantarkan pasangan Herman Deru-Mephilinda yang juga menggunakan kendaraan Partai Politik menjadi Gubernur Sumatera Selatan menggeser Alex Noerdin setelah bertarung sengit sampai ke tahapan Pemilihan Ulang dibeberapa TPS di lima Kabupaten/Kota.

Teman Ahok yang digawangi oleh anak-anak muda Jakarta menjadikan Ahok dengan gagah berani seperti “orang sakti” (meminjam istilah Prof. Yusril) yang mampu mengumpulkan ratusan ribu KTP penduduk Jakarta dalam waktu singkat. Info dari wabsite temanahok.com sampai dengan hari ini Kamis, 10 Maret 2016 telah terkumpul 781.472 KTP dari target 1 juta KTP. Pengakuan mengejutkan ternyata awalnya mereka tidak dimobilisasi oleh Ahok secara langsung melainkan inisiatif sendiri dari mereka yang tergabung dana menamakan diri mereka “Teman Ahok”. Mereka katanya secara sukarela datang dan terjun ke masyarakat DKI mengumpulkan KTP warga Jakarta yang sekarang sudah melebihi kuota yang ditetapkan untuk mengusung Ahok maju sebagai kandidat Calon Gubernur dari jalur independen. Ini tentu berbeda, ketika Alex Noerdin dengan “Relawan Ungu” dan Deru dengan “Sahabat Deru” yang tetap diusung oleh Partai Politik. Mereka menjadikan relawan ungu dan sahabat deru sebagai instrumen untuk menambahkan kedekatan calon dengan masyarakat dan sengaja dimobilisasi untuk menggerakkan massa ke calon kandidat yang didukung. Dan Kandidat berperan penting dengan keberlangsungan hidup “organisasi” itu. Popularitas kandidat yang didukung pun meningkat seiring dengan seringnya disebut  “relawan ungu” dan “sahabat deru”.

Tentu saja ini berbeda dengan “teman Ahok”.  Mereka katanya menghidupi sendiri organisasinya dan mereka tidak akan datang ke Ahok kalau syarat KTP yang terkumpul belum terpenuhi. Ini sesuatu trend baru dan luar biasa dikancah perpolitikan nasional. Sehingga untuk mengkalkulasi kemenangan Ahok membikin gentar para calon lawan tandingnya di Pilkada Jakarta. Lawan tanding Ahok seperti kesulitan mencari celah untuk menurunkan popularitas dan elektabilitas Ahok. Bahkan beberapa kandidit terkesan panik sampai harus menggunaan cara-cara hitam alias tidak terpuji untuk mencoba peruntungan di pilkada DKI.

Namun, buat Ahok jangan lupa kesetiaan individu yang sepertinya terorganisasi dengan baik sangat rentan dengan penggembosan. Disini kesetiaan mereka yang para anak muda ini diuji integritas, kerja keras dan loyalitasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline