Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra (BEM FH UWP) menggelar seminar bertemakan Kepastian Hukum dengan tajuk "Pelaksanaan Demokrasi Dalam Pemilu" pada Sabtu, 16 Maret 2024 di Gedung E, UWP Kampus Benowo.
Pemateri pada seminar tersebut ialah Pakar Hukum Tata Negara & Administrasi Negara UWP, Dr. Nuryanto A. Daim, S.H., M.H., serta dimoderatori oleh Mahasiswa FH UWP, Teguh Harjono.
Seminar tersebut dihadiri oleh puluhan peserta yang terdiri dari mahasiswa FH UWP serta para akademisi dan aktivis hukum di Jawa Timur. Seminar tersebut dibuka langsung oleh Dekan FH UWP, Dr. Andy Usmina Wijaya, S.H., M.H.
Pada sesi pemaparan, Dr. Nuryanto menyampaikan landasan teoritis dan historis dari demokrasi. Ia menyampaikan bahwa demokrasi berakar dari pengalaman bernegara dari Bangsa Yunani Kuno.
"Ada banyak prinsip dalam sistem politik demokrasi. Di antaranya ialah pemilu yang bebas, partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya, tata kelola pemerintahan yang terbuka, pers yang bebas dan pengakuan terhadap hak-hak minoritas", paparnya.
Nuryanto juga memaparkan sejumlah temuannya terkait ironi demokrasi di Indonesia saat ini. Di antaranya ialah kekuasaan yang terbesar berada di DPR, sampai-sampai seluruh lembaga negara di Indonesia dibentuk oleh DPR. Selanjutnya ialah Anggota DPR menjadi petugas partai sehingga bekerja hanya untuk partai, bukan untuk rakyat. Kemudian tidak adanya prinsip check and balances sehingga muncul kekuasaan yang dominan.
"Hal ini bisa dilihat pada pelaksanaan Pemilu kemarin. Sejatinya, sistem pemilu kita sudah cukup demokratis. Permasalahannya rakyat Indonesia sebagai pemilih tidak memahami proses pemilu sebagai proses penyerahan sebagian kedaulatan rakyat kepada orang yang dipilihnya", ujarnya.
Ia juga menyoroti mahalnya biaya politik atau political high cost di Indonesia. Berdasarkan penelitian dari sejumlah lembaga riset, seorang calon anggota DPR maupun DPRD harus menyiapkan ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk biaya yang diperlukan dalam rangka Pemilu seperti kampanye dan sebagainya.
"Akhirnya penguasa pada pemerintahan ialah orang-orang yang memiliki kekuatan di bidang ekonomi dan logistik seperti korporasi. Inilah yang melahirkan Sistem Corporatocracy", ujarnya.
Di akhir, beliau menekankan bahwa salah satu solusinya ialah memperkuat lembaga pengawasan eksternal serta membangun kesadaran politik masyarakat melalui LSM Pemantau Pemilu.
"Ini adalah tugas kita bersama sebagai civitas akademika di Indonesia", tandasnya.