Lihat ke Halaman Asli

Fikri Hadi

Instagram : @fikrihadi13

Kelangkaan Minyak Goreng: Momen Mengembalikan Peran Sentral Negara Berdasarkan Sistem Ekonomi Pancasila

Diperbarui: 4 April 2022   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasokan minyak goreng yang sempat kosong di salah satu toko di Jakarta, bulan Maret 2022 lalu. Sumber : Kompas.com

Sepanjang Bulan Maret lalu, media diramaikan dengan pemberitaan mengenai kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah. Kelangkaan ini membuat harga minyak goreng meroket tinggi, bahkan hingga Rp70 Ribu per liter, seperti yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kelangkaan tersebut juga membuat harga bahan pokok lainnya turut naik. Ditambah lagi saat ini telah memasuki Bulan Ramadhan.

Dua lembaga negara menjadi sorotan terkait kelangkaan minyak goreng tersebut. Pertama ialah Kementerian Perdagangan, dan yang kedua ialah Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau lebih dikenal sebagai BULOG.

Khusus terkait BULOG, Direktur Umum Perum BULOG Budi Waseso alias Buwas telah menegaskan bahwa BULOG tidak mempunyai hak untuk menangani permasalahan kelangkaan minyak goreng secara langsung. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 Tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) BULOG Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, yang mana Pemerintah menugaskan Perum BULOG dalam menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai. Sedangkan terkait minyak goreng, BULOG harus terlebih dahulu mendapatkan penugasan dari Pemerintah melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang badan usaha milik negara dan berdasarkan Keputusan Rapat Koordinasi. Dan hingga saat ini, BULOG masih belum mendapatkan penugasan tersebut dari Pemerintah walaupun desakan baik dari pengamat hingga anggota DPR untuk melibatkan BULOG sudah banyak disuarakan.

Konsep Pasar Pada Berbagai Sistem Ekonomi

Pada praktik di berbagai negara di dunia, ada 2 (dua) sistem ekonomi yang lazim digunakan. Yang pertama adalah sistem ekonomi liberal. Sistem ini memberikan kebebasan individu -individu atau unit perekonomian untuk melakukan kegiatan ekonomi berdasarkan kepada kepentingan masing-masing. Negara yang menganut sistem liberal akan memperbolehkan setiap pelaku ekonomi menguasai faktor produksi baik tanah, sumberdaya alam, tenaga kerja, maupun modal. Negara tidak perlu mengintervensi terhadap mekanisme pasar agar sistem ini dapat berjalan secara sehat dan lancar. Sehingga, beberapa istilah juga menyebutnya sebagai sistem kapitalis.

Sistem ekonomi lainnya ialah sistem ekonomi Sosialis, yang mana sistem ekonomi ini melibatkan peran negara dalam perekonomiannya, dalam pengertian bahwa akan adanya intervensi lebih oleh pemerintah dalam mekanisme pasar.

Lantas, sistem manakah yang dianut oleh Indonesia? Indonesia dapat dikatakan berada di antara kedua sistem tersebut. Tidak liberalis tetapi juga tidak sosialis, namun menggabungkan hal-hal yang positif dari keduanya sesuai dengan kebiasaan, adat-istiadat dan nilai lokal di Indonesia. Negara mempunyai peran khusus pada sistem perekonomian Indonesia. Tidak seperti sistem ekonomi sosialis namun tidak serta merta hilang seperti sistem ekonomi liberalis. Beberapa literature menyebutnya sebagai sistem ekonomi Pancasila.

Pergeseran Sistem Ekonomi Pancasila Pasca Reformasi

Pada masa Orde Lama, Indonesia memang cenderung mengikuti sistem ekonomi sosialis, mengingat politik luar negeri kita cenderung dekat dengan Blok Timur dan melawan imperialism Barat (walaupun Soekarno sendiri menyatakan bahwa Indonesia adalah Non-Blok).

Sedangkan pada masa Orde Baru, walaupun Indonesia cenderung 'mesra' dengan Barat dan anti terhadap Blok Timur (dikarenakan trauma akibat kejadian G-30S/PKI), namun sistem ekonomi Indonesia tidak sepenuhnya menjadi liberalis. Apalagi pada masa itu, istilah yang berbau 'Pancasila' sangat digalakkan pada masa Orde Baru, termasuk pada sistem perekonomiannya. Bahkan BULOG sendiri didirikan pada masa Orde Baru, tepatnya tanggal 10 Mei 1967. BULOG oleh Presiden Soeharto memutuskan bahwa tugas utama BULOG adalah mengendalikan harga beras, gabah, gandum, dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga, baik bagi produsen maupun konsumen sesuai kebijakan pemerintah. Seluruh harga barang pada masa itu dikendalikan oleh Pemerintah. Generasi lama pasti mengingat pidato Menteri Penerangan, Harmoko tentang pengumuman harga bahan pokok.

Namun, pasca reformasi ada semangat dari tokoh-tokoh pada saat itu untuk mengurangi peran negara pada perekonomian dan agar menyerahkan urusan ekonomi, termasuk urusan distribusi dan harga kepada pasar. Bahkan pada saat itu ada pernyataan bahwa Negara termasuk BULOG tidak boleh lagi turut campur pada urusan perekonomian. Semua berdasarkan pasar yang dikelola oleh individu atau swasta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline