Lihat ke Halaman Asli

Menuju Semesta: Reanamnesis Joni dan Susi

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

postermenujusemesta

Entah ini percobaan saya yang keberapa untuk menulis tentang surgawinya konser Menuju Semesta tempo hari. Sedari lampu ruang pentas dinyalakan kembali, hingga hari ini, tiga hari setelah konser, dada saya masih meletup-letup tak keruan!

Ya betul! Melancholic B1tch! Melancholic B1tch, nama band yang juga melengkapi judul skripsi saya tiga tahun yang lalu, baru saja menggelar pesta kecil di Bandung, 31 Mei 2013 silam. Dengan tiket yang tak sampai 5% dari harga tiket Blur beberapa pekan yang lalu, Melancholic B1tch justru memberikan efek bergidik tak kunjung henti di belakang tengkuk saya.

Melancholic B1tch, band yang konon katanya, berhenti sampai di situ, karena jarangnya mereka tampil menyebabkan mereka hanya konon katanya. Mereka berhasil memperkosa saya untuk berkorban. Walau jauh dari Jakarta, Bandung adalah dimensi waktu dan geografis yang sangat dekat untuk mendengarkan dongeng tragis tentang sepasang marjinal yang harus menahan lapar di balik imajinasi mendayung gondola di Venesia.

Melancholic B1tch berhasil mengelola rindu agar menjadi sebuah seni. Secara konsisten, Melancholic B1tch mengulur-ulur waktu agar Joni dan Susi mati, mati dan tetap melekat di kepala. Mereka mengatur waktu penceritaan kisah Joni dan Susi dengan aktivitas masing-masing personel sebagai alibi pleidoinya. Saya rasa jika Joni dan Susi terlalu sering direpetisi akan terjadi penurunan rasa dan faktor utilitas terhadap dongeng itu sendiri.

Saya dan, ehm, Gita sudah berjanji akan mengenakan sepasang kaos Joni dan Susi. Meski ia bukan pasangan saya lagi, ehm, rasanya demi Melancholic B1tch saya membuat apologi untuk hal-hal yang cheesy macam itu. Ternyata kehadiran kami berdua disambut dengan tatapan mata yang tidak siap kami terima, hahaha. Lucunya lagi, kami diminta berpose berdua oleh seseorang yang saya asumsikan adalah fotografer gigs profesional.

Agak telat sedikit dari jadwal, pintu baru dibuka pukul delapan lebih. Menuju Semesta diawali tampilnya Teman Sebangku yang sukses dengan brilian membuat penantian akan mitos Melancholic B1tch menjadi menyenangkan. Mereka juga berhasil membawakan lagu Debu Hologram menjadi terdengar manis dan wangi.

Usai Teman Sebangku turun dari panggung, lampu meredup diikuti dengan lagu Intro yang samar-samar memanggil untuk membuat kerumunan merapat ke depan panggung. Tak mau menjadi noktah, saya bergegas untuk memasang telinga di tempat yang tepat. Saya terkulai begitu Ugo datang ke tengah panggung resmi memulai pertunjukkan dengan paragraf. Rasanya mereka seperti keluar dari layar komputer lalu pentas di dalam kuping saya.

Seperti membuka halaman pertama dari buku yang penuh debu, Melancholic B1tch mengantarkan kerumunan kepada Departmental Deities and Other Verses. Kemudian disusul oleh lagu Kartu Pos Bergambar Jembatan Golden Gate, San Fransisco, lagu yang berasal dari puisi Sapardi Djoko Damono.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

“Joni dan Susi punya mimpi, mereka ingin jalan-jalan.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline