Lihat ke Halaman Asli

Kedai Pak Rudi: Alternative Story #2

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekilas kedai Pak Rudi ini tidak ada bedanya dengan kedai lain. Bentuknya jauh dari mewah, sangat sederhana. Tiang-tiang penopangnya terbuat dari bambu yang berdiri tegak di tengah kedai. Mejanya juga terbuat dari kayu murah, bukan kayu mahoni, apalagi jati. Lantainya dari tanah, atapnya cuma terpal.  Perawakan Pak Rudi pun tampak seperti pemilik kedai lainnya. Jidat yang berkerut keriput, gigi yang tak lagi lengkap, rambut putih di seluruh kepala, dan kacamata yang tergantung di telinganya. Hanya saja, kelezatan masakan kedai Pak Rudi sudah tersohor ke pelosok-pelosok negeri.

Awalnya sepuluh, lalu dua puluh, lalu tiga puluh, lalu tak terhitung lagi. Bukan hanya tetangga kiri dan kanan saja, masyarakat desa-desa di sekitar desa Pak Rudi juga turut serta membuktikan berita burung tersebut. Setiap hari pelanggan Pak Rudi selalu bertambah. Wajar, mengingat para pelanggan yang merasa puas, selalu bercerita kepada teman-temannya perihal citarasa masakan Pak Rudi. Tua muda, kaya miskin, silih berganti mengisi meja kosong di dalam kedai.

Bila jam makan siang tiba, Pak Rudi selalu kewalahan. Kedai kecil Pak Rudi tak mampu menampung seluruh pengunjung yang datang. Tidak jarang pengunjung yang datang untuk sarapan, baru bisa menikmati masakannya setelah makan siang. Tidak sedikit juga pengunjung yang harus memesan meja jauh-jauh hari untuk sekadar menikmati suapan salah satu menu masakan yang ditawarkan Pak Rudi.

Hanya ada 4 menu utama di yang ditawarkan kedai Pak Rudi. Yang pertama adalah rusuk domba yang dipenuhi daging yang masih muda dengan racikan saus istimewa; Kari sapi yang kental dan gurih; Sate kambing muda dengan olahan kecap dan cabai rawit; Serta tongseng ayam yang rasanya sangat segar.

Setiap hari, para pegawai Pak Rudi yang berjumlah 5 orang datang sebelum kedai dibuka. Mereka dengan lihai menyiapkan semua bahan dan bumbu agar mudah diolah. Mulai dari mengiris bawang merah, mencacah bawang putih, menghaluskan campuran cabai, tomat, dan lain-lain, hingga mengaduk kaldu hingga matang.

***

Selama beberapa waktu, kedai Pak Rudi senantiasa dibanjiri pelanggan. Namun, Pak Rudi lupa satu hal penting: ajek. Perubahan jaman tidak membuat Pak Rudi mengubah menunya. Pak Rudi tetap berpegang pada 4 menu andalannya.

Lama-lama para pegawai pun melambat drastis. Awalnya mereka datang jauh sebelum kedai buka. Lalu lambat laun mereka seperti lupa jam kerja. Ditambah lagi, kinerja mereka tidak sebaik jika dibandingkan tempo hari. Para pegawai Pak Rudi bosan karena setiap hari harus memasak menu yang sama. Mereka jenuh mengolah daging kambing, domba, sapi, dan ayam. Mereka muak dengan olahan bumbu yang itu-itu saja.

Tidak dapat dipungkiri, para pelanggan juga ingin sesuatu yang baru. Di sana sini sudah muncul banyak rumah makan baru dengan pilihan jenis masakan yang beragam. Satu persatu pelanggan mulai beralih ke rumah makan yang lain. Pak Rudi mulai putus asa.

Di saat genting, datanglah seseorang di muka kedai. Ia berkata bahwa ia menolong kedai Pak Rudi agar dapat bisa seperti sedia kala. Ia menawarkan diri untuk memasak sajian baru. Pak Rudi tak yakin kehadiran sosok baru itu akan memperbaiki segalanya. Pak Rudi meraba tatapan nanar para pegawainya. Pak Rudi dapat membaca kejengahan yang tergambar di air muka para pegawai. Pak Rudi mengalah, ia menyilakan sesosok tadi untuk memperlihatkan kehebatannya dalam memasak.

“Baiklah, coba kau tunjukkan kemampuanmu!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline