Lihat ke Halaman Asli

Mirip Catatan Pelesir, Namun Sebenarnya Ini Adalah

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ACAK

Tadinya saya ingin menulis sedikit catatan pelesir bagaimana saya menumpang Kereta Matarmaja dari Pasar Senen hingga Malang. Tapi rasanya itu tidak perlu. Lagipula setelah saya pikir-pikir, untuk apa saya bercerita bahwa saya lebih memilih lapar hingga tiba di Semarang untuk membeli nasi rames di luar stasiun pinggir tembok daripada membeli nasi goreng kereta seharga Rp 18000 yang rasanya lebih mirip karet digarami? Untuk apa saya bercerita bahwa jika kamu tidak bisa masak, tapi jika tetap ingin bekerja sebagai koki, maka kamu bisa melamar pekerjaan ke PT.KAI? Untuk apa saya bercerita bahwa saya memilih menggelar matras untuk tidur di bawah jok kereta daripada harus tidur dengan punggung tegak 90 derajat? Untuk apa saya bercerita bahwa waktu itu hampir seluruh penumpang di gerbong yang saya tempati memiliki destinasi yang sama? Untuk apa saya bercerita bahwa penumpang di belakang bangku saya adalah segerombolan ibu-ibu paruh baya yang tiap 15 menit mengunjungi kamar mandi kereta dengan aroma amoniak menyengat hanya untuk merokok?

STASIUN MALANG 1

STASIUN MALANG 2

Tadinya saya ingin menulis sedikit catatan pelesir bagaimana saya bisa tiba di Ranu Pani. Tapi rasanya itu tidak perlu. Lagipula setelah saya pikir-pikir, untuk apa saya bercerita bahwa rombongan kami harus menjadi saksi kekisruhan antara sopir truk yang mengangkut kami, yang rencananya akan mengantar hingga Ranu Pani, dan sopir angkutan kota, yang katanya dilindungi Dinas Perhubungan setempat, demi ongkos Rp 7000 per orang pukul dini hari? Untuk apa saya bercerita tentang rombongan kami yang sudah sampai di tempat tujuan dengan truk, harus kembali ke titik pemberangkatan dan wajib menumpang angkot? Untuk apa saya bercerita selama perjalanan menuju Ranu Pani, saya bisa melihat Bukit Teletubbies dan Gunung Bromo? Untuk apa saya bercerita tentang Warung Bu Erna yang punya sambal sangat menusuk langit-langit mulut sampai-sampai teh hangat manis tidak mampu membasuh rasa pedas yang efeknya bertahan lama? Untuk apa saya bercerita kalau ponsel saya tiba-tiba memutar lagu Cinta Melulu dari Efek Rumah Kaca di dalam ruangan yang penuh sesak pendaki tepat ketika petugas Taman Nasional Semeru akan memberikan ceramah instruksinya?

RANU PANI 2

RANU PANI 1

SARAPAN

Tadinya saya ingin menulis sedikit catatan pelesir bagaimana saya kemping di Ranu Kumbolo. Tapi rasanya itu tidak perlu. Lagipula setelah saya pikir-pikir, untuk apa saya bercerita butuh waktu 8 jam karena kelelahan dan kram otot yang melanda dengan dahsyat agar tiba di Ranu Kumbolo? Untuk apa lagi saya bercerita tentang Ranu Kumbolo yang termasyhur itu? Untuk apa saya bercerita tentang bimasakti yang terpapar dan berkali-kali bintang jatuh di langit dan Ranu Kumbolo? Untuk apa saya bercerita tentang berpuluh-puluh orang rela bangun pagi hanya untuk melihat matahari mengintip lewat celah antara dua bukit? Untuk apa saya bercerita saya mendengkur hebat saat tertidur lelap di sana? Untuk apa saya bercerita kalau para penduduk lokal menjual rokok Gudang Garam di sana dengan harga Rp 25000? Untuk apa saya bercerita kalau saya mencium aroma alkohol dan asap ganja dari beberapa tenda di sana? Untuk apa saya bercerita tentang beberapa orang menempatkan tendanya di tempat yang dilarang padahal saya yakin mereka mendengarkan instruksi dari petugas dengan jelas?

RAKUM 1

RAKUM 2

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline