Lihat ke Halaman Asli

fikri fachriezal

religius moderat progresif

"Menyentuh" Penjahat dengan Humanis, Efektifkah?

Diperbarui: 22 Juni 2021   05:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humanis kepada tahanan/dokpri

Dua bulan yang lalu, seorang ibu ditemani dua anak anak perempuannya datang ke Polsek Labuan melaporkan bahwa seseorang sering mengancam kehidupan mereka. Seorang lelaki paruh baya itu seringkali melewati rumah mereka sambil berteriak-teriak dengan melontarkan ancaman dan kata-kata kotor, bahkan pernah sambil membawa senjata tajam sejenis parang atau pisau.

"Tolong Pak Kapolsek, setiap saat kami merasa terancam, apalagi kalau dia sedang mabuk minuman keras" pinta sang ibu ketika bertemu saya di Polsek.

Akhirnya setelah seringkali lari dan bersembunyi ketika dicari oleh petugas, lelaki tersebut berhasil diamankan dan kedua belah pihak saya pertemukan di Polsek.

Sang ibu meminta agar lelaki tersebut diproses hukum agar ada efek jera dan tidak mengganggu mereka lagi. Setelah ditanya-tanya, ternyata kedua belah pihak ada hubungan keluarga. Ibu tersebut adalah tante dari lelaki tersebut. Persoalan harta warisan menjadi pemicu lelaki tersebut selalu mengancam mereka. Ia menganggap bahwa  rumah yang ditinggali ibu dan dua anaknya tersebut juga masih ada haknya.

Karena masih ada hubungan keluarga, saya menyarankan kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara kekeluargaan dan agar lelaki tersebut tidak melakukan lagi ancaman-ancaman yang meresahkan.

"Diproses hukum saja pak, soalnya tidak mungkin dia berubah, berkali-kali dia selalu mengulangi perbuatannya" kata sang ibu.

Saya menyampaikan bahwa, tidak boleh kita menghakimi seseorang tidak mungkin berubah. Orang baik hari ini belum tentu besok masih tetap baik, demikian juga orang jahat saat ini mungkin saja akan berubah jadi orang baik di masa depan. Atas kehendak Allah lah nasib seseorang ditentukan. Manusia berupaya, Tuhan yang menentukan.

Kita tidak bisa putus harapan terhadap nasib seseorang, karena hidup ibarat roda pedati yang terus berputar. Kita tidak bisa terus melihat ke belakang, mungkin saja seseorang punya masa lalu yang hitam, tapi dari detik ini dan ke depannya jalan hidup setiap orang masih putih ibarat kertas yang belum ada coretannya. Kita sendiri yang menentukan apakah akan menjalaninya dengan kebaikan atau sebaliknya.

Singkat kata akhirnya mereka bersedia didamaikan, lelaki tersebut membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya dan bersedia di proses hukum jika melanggar serta akan dilakukan pembinaan oleh Polsek melalui wajib lapor dua kali seminggu.

Kepada saya lelaki tersebut menyampaikan terima kasih karena tidak diproses hukum dan mengakui terkesan dengan kata-kata saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline