"Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer Dalam Menyusun Sejarah Indonesia" karya Kathrine E. McGregor. Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Syarikat, Mei 2008 Yogyakarta. Xxvii + 459 halaman, 14 x 21 cm. buku ini merupakan kajian tentang historiografi pada masa orde baru lebih tepatnya. Khusunya berkembangnya peran militer dalam kidupan bangsa dan Negara ini.
Hal ini karena semakin menguatnya militer dalam negara pasca 1965, sehingga disebut selayaknya Negara di dalam Negara. demikian pula pembahasan mengenai historiografi pada masa orde baru yang sarat akan aspek kekuasaan, maka buku ini tampil dengan suasana penulisan setelah era orde baru tersebut. Yang mana banyak kajian-kajian mengenai narasi sejarah pada masa orde baru.
Penulisan sejarah sendiri telah mengalami perkembangan yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh waktu, lingkungan budaya dan tempat penulisan historiografi. Dulu, peran sejarawan adalah menafsirkan tradisi bangsanya. Di sini, peran sejarawan sebagai informan adalah menyampaikan informasi tentang peristiwa sejarah di masa lalu.
Di mana semua fakta yang ia tulis merupakan karya sejarah yang mengandung keunikannya. Historiografilah yang pada akhirnya memberi kita informasi yang dikenal sebagai sejarah.Penulisan sejarah atau historiografi ini yang membawa banyak perubahan dalam setiap masanya, memberikan jejak dan dampak khusus pada periodenya maupun periode-periode selanjutnya. Dapat diamati pada garis waktu perubahan dalam tiap proses penulisan sejarah. Perkembangan historiografi di Indonesia diawali dengan historiografi dalam bentuk manuskrip. Ada beberapa nama untuk manuskrip tersebut antara lain Babad, hikayat dan Tambo.
Bentuk historiografi dalam teks-teks tersebut termasuk dalam kategori historiografi tradisional. Perkembangan historiografi di Indonesia yang mengarah pada bentuk historiografi modern adalah historiografi Belanda. Penulisan cerita dilakukan dengan pendekatan Belanda, yaitu ditulis dari sudut pandang orang-orang Belanda.
Dalam masa pasca kemerdekaan, mendekati masa masa orde baru. Penulisan historiografi mempunyai corak tersendiri, hal ini banyak dibahas pada sebuah buku berjudul Ketika Sejarah Berseragam karya Katharine E. McGregor. Buku ini berusaha mengungkapkan hal-hal baru yang terjadi pada sebuah narasi sejarah khususnya pada masa orde baru, mencoba untuk mengambil sesuatu yang berbeda dari tulisan dan narasi sejarah pada museum, pembuat monument dan buku pelajaran pada masa orde baru, dimana digambarkannya masa lalu indonesia melalui kacamata kekuasaan politik dan militer.
Kesulitan penulis dalam memperoleh sumber, terutama dari survey para pengunjung museum dan siswa yang mana berperan langsung sebagai sasaran terhadap narasi sejarah dalam museum dan buku-buku pelajaran dimana merupakan representasi militer berupa peringatan-peringatan yang coba di sampaikan. Seringkali juga melalui wawancara dan survey penulis lebih tidak dapat menyamakan antara pemahaman yang para audience berikan dan pesan yang ingin disampaikan, jadi dapat disimpulkan bahwa para pembaca kurang lebih masih belum dapat menangkap makna tersirat berupa peringatan dari narasi-narasi tersebut.
Pada bab-bab selanjutnya di ungkapkan mengenai propogandis dalam rezim orde baru yakni Nugroho Notosusanto. Berlatar belakang dalam bidang militer, yang turut peran dalam perjuangan 1945-49. Kemudian mulai menyalurkan pengalamannya tersebut di universitas yang ada di Jakarta dan menjadi penulis novel, diantara beberapa novel yang paling terkenal ialah, Hujan Kepagian, Tiga Kota, Hijau Tanahku Hijau Bajuku, Rasa Sayang. Tapi karena tipe penulisannya yang dianggap terlalu kaku, kemudian ia memutuskan meninggalkan penulisan kreatifnya pada usia 26 tahun. Nugroho kemudian memusatkan bidangnya pada sejarah adalah ketika ia memasuki Fakultas Sastra pada 1951.
Sebelumnya pada tahun 1950-an, ketika terjadi debat sejarah Nugroho memiliki ideology bahwa sejarah adalah representasi atau identitas dari sebuah bangsa. Ia beranggapan bahwa penulis sejarah haruslah memiliki rasa nasional yang tinggi dan juga bahwa sejarah merupakan sebuah identitas bangsa. Nugroho Notosusanto kemudian berprofesi sebagai guru besar sejarah Universitas Indonesia, diangkat menjadi direktur pusat sejarah ABRI. Ini adalah salah satu upaya militerisasi sejarah, di mana sejarah "resmi" kemudian dimasukkan ke dalam bahan ajar siswa pada masa Orde Baru. Remaja telah diindoktrinasi melalui media pendidikan.
Sejarah resmi membuat orang percaya bahwa pemimpin bangsa yang baik berasal dari militer, hal ini terbukti dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia, dimana beberapa tahun sebelumnya orang sangat ingin melepaskan pengaruh negara. militer dalam politik nasional, tetapi mereka tetap memilih kelompok militer sebagai kandidat yang tepat. yang paling disukai.
Militer menggunakan sejarah untuk membenarkan peran politik yang diterapkan, dalam hal ini sejarah harus berfungsi sebagai gambaran masa lalu bagi institusi militer untuk melembagakan "ingatan resmi".