Lihat ke Halaman Asli

Fikri Boy

seorang guru yang menulis

Milad ke 112, Muhammadiyah untuk Kaum Papa

Diperbarui: 17 November 2024   23:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bulan November adalah bulan yang banyak agenda --seremonial- bagi warga Muhammadiyah. Kelahiran organisasi Islam ini, selalu dirayakan dengan berbagai macam cara ataupun kegiatan. Selain sebagai bentuk kesyukuran, tentu ada refleksi dari seluruh warganya. Baik itu yang menjadi pimpinan, warga ataupun yang menjadi simpatisan.

Muhammadiyah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Meminjam kalimat Mitsuo Nakamura, seorang Antropolog dari Jepang yang telah meniliti Muhammadiyah, "Ketika banyak orang belajar tentang Indonesia, beribu orang mengenal tentang Muhammadiyah". Hal itu menandakan, bahwasannya Muhammadiyah sendiri merupakan sebuah ilmu, yang menjadi daya tarik ilmuwan dunia.

Saya tidak akan membahas soal itu. Hanya sebagai bentuk penegasan bahwa kebanggan saya sebagai warga Muhammadiyah. Baca saja buku dari Mitsuo Nakamura, "Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin". Buku tersebut merupakan hasil penelitian beliau tentang Muhammadiyah, khususnya di Kotagede, Yogyakarta. Atau buku antropologi tentang Muhammadiyah yang lain. Sudah banyak.

***

Baru kali ini, tema Milad Muhammadiyah yang begitu membumi. Tidak ngawang-ngawang dan menyentuh ke akar rumput. Tema Milad ke 112 Muhammadiyah kali ini adalah "Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua". Tema ini sangat saya tunggu-tunggu. Dikarenakan, dengan tema ini, Muhammadiyah lebih inklusif. Bahkan saya membayangkan, manifesto dari tema ini adalah seperti saat K.H. Ahmad Dahlan membagikan makanan untuk kaum miskin di sekitarnya. Atau saat K.H. Ahmad Dahlan dan para muridnya, melelang apa yang dimiliki untuk membiayai sekolah Muhammadiyah pada waktu itu.

Satu Abad telah dilalui Muhammadiyah dengan hebat. Manifesto Al-Ma'un telah menjelma dalam berbagai bentuk. Tapi itu semua belum cukup atau selesai. Masalah keumatan masih terus dan Muhammadiyah harus mengambil peran.

Dibalik ide-ide dan gagasan pembaharuan Islam Muhammadiyah, tentunya harus menuntaskan permasalahan fundamental dalam masyarakat di sekitarnya. Sederhananya adalah, sebelum mengajak orang-orang mengaji atau mendirikan sholat, sentuh dulu urusan perutnya. Karena apa, urusan isi perut masyarakat, bukan hanya urusan pribadi masing-masing. Muhammadiyah perlu mengambil peran. Karena apa, ketidak berdayaan dari orang miskin, belum tentu karena malas atau nasib belaka. Bisa jadi itu adalah korban dari kebijakan yang salah, atau ketimpangan sosial yang menyebabkan masyarakat belum bisa berdaya.

Jika diurutkan, dengan isi perut masyarakat itu berkualitas, tentu akan berdampak positif bagi tubuh dan otaknya. Sehingga, tujuan-tujuan ke Islaman yang lain akan mudah tercapai. Dan mana mungkin kemakmuran akan dirasakan oleh masyrakat, jika kebijakan pemerintah malah membelenggu dan merugikan. Kita lihat saja Kasus Wadas, Kasus Pulau Rempang, Semen Kendeng dan banyak lagi. Mohon maaf, itu urusan perut masyarakat Pak. . .

Program-program Muhammadiyah harus selesai dalam hal seremoni-seremoni atau pidato-pidato kebangsaan. Yang hanya garang dalam kertas dan himbauan-himbauan. Misalnya, selain program tentang penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal oleh Majelis Tarjih, lalu diikuti oleh program majelis yang lain. Majelis Pemberdayaan Masyarakat dan Majelis Ekonomi misalnya. Mengambil peran dalam program penyediaan sahur dan buka puasa yang berkualitas bagi warga atau simpatisan Muhammadiyah, bahkan sampai masyrakat luas. Sehingga urusan perut dan urusan ibadah, bisa selaras. Itu contoh sederhananya.

Majelis Dikdasmen dan PNF yang menyusun tentang arah pendidikan Muhammadiyah, tentu harus menggandeng majelis yang lain. Dimana majelis itu, yang berfikir untuk membuat program pemberdayaan ekonomi bagi guru-guru atau karyawan sekolah Muhammadiyah. Jangan sampai, para pendidik kita, setiap pagi itu cemas dan perlu mengecek isi tanki bensin motornya. Cukup atau tidak untuk berangkat sekolah dan sampai ke rumah lagi? Hal ini sangat fundamental. Intinya inti. Karena tidak semua guru atau karyawan sekolah Muhammadiyah tersentuh tangan negara. Muhammadiyah harus lebih terdepan dalam menyentuh mereka, Insya Allah akan patuh.

Kita akui, disaat tangan negara tidak mampu menjangkau masyarakat, Muhammadiyah yang membantu dan mengambil peran itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline