Lihat ke Halaman Asli

fikri ammar

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA-ILMU KOMUNIKASI-21107030099

Hidden Gem: Tempat Nongkrong Asik Angkringan di Tengah Kota Jogja yang Digemari Kawula Muda

Diperbarui: 15 Juni 2022   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokumen pribadi

Yogyakarta sangat identik dengan angkringanya, Angkringan menjadi tempat makan khas yang populer di Yogyakarta. Saking populernya, angkringan selalu menjadi daya tarik bagi para wisatawan yang sedang berkunjung ke kota istimewa ini.

Konsep tempat makan ini dinilai cukup unik dan sangat cocok dengan masyarakat Indonesia. Hal inilah yang dapat membuat angkringan selalu digemari dan dikenal hingga sekarang.

Di daerah tertentu angkringan memiliki sebutan yang berbeda-beda, Masyarakat di Yogyakarta kerap menyebut tempat ini dengan nama “Angkringan”, di Semarang lebih dikenal dengan “Kucingan”, sedankan di Soloraya tempat ini lebih sering disebut dengan “HIK (Hidangan Istimewa Kampung)”.

Angkringan sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu angkring yang berarti alat atau tempat yang digunakan untuk membawa barang dagangan. Saat digunakan untuk berjualan angkring ini dibawa dengan cara dipikul. Selain itu angkringan juga dapat diartikan sebagai tempat “nangkring’ yang berarti nongkrong santai dengan mengangkat salah satu kaki ke atas kursi.

Jika kita melihat sejarah awal munculnya ide angkringan, tempat makan ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan sudah menjadi tradisi turun temurun yang tak lekang oleh berjalanya waktu. 

Angkringan sudah ada sejak tahun 1930-an. Meski populer di Yogyakarta, tempat makan ini sebenarnya diciptakan oleh seorang pria yang bernama Eyang Karso Dikromo dari Desa Ngerangan, Klaten. Ia lebih akrab disapa dengan nama Jukut. Awalnya, Nenek Karso Dikromo yang suka berganti profesi menjadi tertarik dengan bisnis makanan. 

Pertama kali Eyang Karso Dikromo berjualan angkringan dengan menggunakan angkring atau gerobak pikul. Bentuk gerobak pikul yaitu gerobak kecil berukuran sedang di kanan dan kirinya, dengan tiang kayu di atasnya. 

Dengan bahu ini, para pedagang dapat dengan mudah membawa dagangannya sambil berjalan-jalan. Seiring berjalannya waktu, angkringan tidak lagi dijual dengan cara digendong, melainkan dijual dalam bentuk gerobak dengan dua roda di sampingnya. Hal ini terjadi sekitar tahun 1970-an.

Alasan mengapa angkringan lebih populer di Yogyakarta dan telah menjadi ikon kota. Pada tahun 1950-an tempat makan ini sudah menyebar ke seluruh daerah di Jawa Tengah dan Yogyakarta. 

Di Yogyakarta para pedagang angkringan mengalami masa kejayaannya. Hal ini dikarenakan kota Yogyakarta memiliki banyak mahasiswa yang sering mampir ke angkringan pada malam hari untuk membeli aneka makanan serta minuman sambil mengobrol dan bertukar pikiran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline