Bapak Nasukhan, Lelaki paruh baya kelahiran tahun 1959 ini memulai awal kehidupan pahitnya di Rawa Pasung, Bekasi Barat. Ia hanya mengisi perutnya dengan nasi dan gorengan seadanya sejak 1983, berteduh di bawah atap dengan luas tiga kali dua meter bersama empat temannya setiap malam. Tak heran jika ia sudah terbiasa akan kesederhanaan hingga saat ini. Usia yang sudah mencapai angka 27 ini mengharuskannya untuk mencari serpihan logam sendiri, untuk itu ia berani merantau dari kota Blitar ke Bekasi.
Sumatera, pulau pertama yang ia injak setelah Jawa, 1980 membawanya pada pulau itu. Bukan untuk berwisata atau berkeliling kota bak remaja zaman ini, tetapi untuk meneteskankan seluruh keringatnya diatas pabrik marmer. Bidang marmer mungkin tidak cocok pada lelaki ini, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke pangkuan orang tuanya. Lenggang waktu ia isi hanya dengan bermalas malasan diatas kasur yang tidak seempuk bulu domba. 2 tahun mengosongkan pikiran, Bekasi kota selanjutnya.
Awalnya ia menghabiskan seluruh waktunya di proyek proyek pembangunan, hari bekerjanya tidak tetap, penghasilan pun hanya bisa digunakan untuk membeli tiga suap nasi yaitu sebesar Rp.1.950 sampai Rp.2000 saja perhari, bahkan untuk membeli es saja tidak cukup dizaman sekarang ini. Tak berhenti ia membanting semua tenaganya pada lempengan besi proyek setiap hari tidak tentunya itu. Namun karena kegigihan yang dilakukan oleh lelaki ini, ia direkrut oleh atasannya ke jenjang yang lebih menjanjikan penghasilannya di tempat lain.
Kuli bangunan, Informant, Assistant Manager, sampai menjadi Manager tertinggi terus ia tingkatkan setiap tahunnya di perusahan. Berbagai penghargaan ia dapatkan atas prestasi kinerjanya. Hingga tahun 2005 ia bertahan di perusahaan tersebut, mengajukan pensiun dini mungkin sudah menjadi pilihannya saat itu. Dengan alasan ingin berwirausaha sendiri, ia mundur di langkah kesuksesannya. Waktunya kini menjadi lebih luang bersama anak dan 3 anak perempuannya, tidak menutupi kemungkinan pula hutang disana sini mulai berdatangan. Mobil, motor, bahkan rumah pun sempat ia jual untuk melunasinya, ia kembali seperti 1980 dahulu. Yang dicinta selalu berada disisinya saat rapuh, sampai akhirnya mereka membuka usaha kecil kecilan di gubuk reyotnya, penghasilan yang tidak banyak itu cukup untuk menghidupi keluarga kecilnya.
2013 keinginan untuk berwirausaha itupun akhirnya terwujud dengan membuat sebuah lembaga perusahaan terkecil, CV.Tristar Enginering. Ia memulai dari dirinya sendiri dengan menawarkan proyek yang dapat ia kerjakan kepada lembaga lembaga besar, termasuk mantan perusahaanya itu. Penghasilannya kini bisa ia gunakan untuk membeli rumah dan segala hal yang pernah ia gadaikan bahkan jual saat jatuh. Kesuksesan kini mulai mendekatinya lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H