Pegawai honorer Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Malang menjadi tersangka pungli. Ia bertugas sebagai administrator database atau operator sistem informasi kependudukan.
Para tersangka mendapatkan berkas KTP lama yang didapat dari jalur orang dalam. Akses pegawai di Disdukcapil Kabupaten Malang sejak 2013 lalu, membuat Dimas Kharesa akhirnya leluasa memperoleh KTP bekas. Apalagi posisi Dimas sebagai tenaga administrator database atau operator Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) memudahkan mengecek apakah KTP itu sudah kadaluarsa atau tidak, sehingga ketika masa berlaku hingga belum kadaluarsa, hal itu yang dimanfaatkan pelaku.
Sudah di pastikan bahwa seluruh KTP yang dibuat oleh kedua pelaku ini asli dan nomor-nomornya tercatat di database kependudukan, hanya prosesnya memang menggunakan jalur cepat, calo, tanpa pemohon itu datang langsung ke kantor Disdukcapil Kabupaten Malang, maupun di kecamatan - kecamatan lainnya.
Keduanya diamankan usai salah satu pemohon pembuatan KTP yakni dari Fadhilah Rengganis Ramadhani, mengetahui pembuatan KTP gratis. Namun, pada saat ia ingin membuat KTP justru diminta membayar biaya Rp 150 ribu oleh Wahyudi, yang ternyata ia adalah calo pembuatan KTP dan Kartu Keluarga (KK), sebesar Rp 125 ribu. Calo pembuatan KTP tersebut pun tak bisa mengelak ketika kepergok menerima uang dari kepengurusan dokumen administrasi kependudukan.
Opini
Opini saya terkait kasus tersebut, pungli seperti ini sebenarnya banyak di Indonesia. Bisa di katakan seluruh daerah yang ada di Indonesia baik di daerah kota maupun pedesaan banyak sekali pungli-pungli di dukcapil. Mulai dari pengurusan KTP, KK, Akta kelahiran, hingga pengurusan dokumen-dokumen lainnya pasti akan di minta biaya untuk calo. Walaupun tidak semua orang dukcapil seperti itu, namun kebanyakan memang pengurusan dokumen-dokumen perlu adanya uang yang biasa di bilang uang amplop atau uang seikhlasnya.
Pungli di Indonesia harus di berantas, karna akan membuat nama baik orang dukcapil tidak baik. Penerimaan gratifikasi merusak integritas dan etika di semua tingkatan masyarakat. Pungutan liar adalah bentuk korupsi dan merupakan kejahatan yang harus diberantas dengan sangat tegas.
Untuk para pelaku pungli dapat di kenai hukuman Pasal 13 UU PTKP dijerat dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, dan denda paling banyak Rp250 juta. Pada Pasal 368 ayat 1 terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun. Kemudian pada Pasal 423 KUHP dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun.
Fika Wulandari Fakultas Hukum Universitas Pamulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H