Lihat ke Halaman Asli

Fika Vindayani

pekerja biasa

Menjadi Seorang Guru

Diperbarui: 26 Oktober 2024   19:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru adalah manusia hebat yang sering diagung-agungkan oleh siswa ketika berada di rumah bersama orang tuanya, misalnya dengan ungkapan, “Kata Bu Guru begini, mah,” atau “Kata Pak Guru, caranya begitu, mah.” Secara tidak sadar, guru adalah salah satu sosok yang dipercaya oleh murid karena dianggap sebagai orang yang pintar.

 Sudah bukan rahasia lagi bahwa setiap pergantian menteri sering kali diiringi dengan perubahan kebijakan atau kurikulum pendidikan kita. Dimulai pada tahun 2004, diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang lebih fokus pada keseimbangan antara hard skill dan soft skill bagi siswa. Kemudian, pada tahun 2006, diterapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), di mana sekolah bisa menyesuaikan kurikulum sesuai potensi daerahnya masing-masing, sehingga lebih fleksibel. Di jenjang pendidikan dasar sejak tahun 2000-an, kita juga sudah menerapkan gagasan tentang Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). 

Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku. Setelah itu, Kurikulum Merdeka diluncurkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) pada Februari 2022 sebagai salah satu program Merdeka Belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kurikulum Merdeka berfokus pada materi yang esensial dan pada pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila. Sekolah yang melaksanakan Kurikulum Merdeka akan melalui beberapa tahapan implementasi, yaitu tahap Mandiri Belajar; Mandiri Berubah; dan terakhir, Mandiri Berbagi. 

Dengan berbagai kurikulum yang sudah diterapkan, bukankah bisa dikatakan bahwa guru adalah sosok yang hebat? Mengapa? Sebab menjadi guru harus gerak cepat, juga tanggap dengan mempelajari semua ini. Berbagai macam administrasi harus diselesaikan, seperti rancangan mengajar, penilaian terhadap hasil belajar siswa, belum lagi dengan adanya bimbingan yang harus diikuti oleh guru, dan masih banyak lagi. Betapa hebatnya seorang guru yang berada di garda terdepan demi keberhasilan suatu pendidikan. 

Namun, guru bukanlah orang hebat ataupun superhero yang mampu mengubah dunia dalam satu kali mengajar. Guru juga perlu belajar. Guru harus siap untuk belajar sebelum melakukan proses pembelajaran di sekolah, karena menjadi guru adalah tanggung jawab besar terhadap masa depan anak didik. Guru harus memiliki keterampilan, kreativitas, tanggung jawab, serta keahlian dalam memanfaatkan berbagai media, metode, dan strategi untuk mencapai tujuan kurikulum secara optimal. Oleh karena itu, pengembangan dan perubahan kurikulum harus diiringi dengan peningkatan kualitas guru.

Mengapa seolah-olah guru harus begini dan begitu? Tidak berlebihan, rasanya, sebab guru adalah garda terdepan yang menentukan kemajuan sebuah bangsa. Guru yang kompeten akan sangat menjamin perbaikan kualitas sumber daya manusia di sebuah negara. Benar bukan? Sebab ada banyak orangtua yang menaruh harapan besar pada sekolah, sekolah memercayakan hal itu pada guru, kemudian guru menerjemahkannya dalam bentuk melaksanakan pembelajaran dalam kelas.

Selama ini kita tahu bahwa singkatan dari GURU adalah di gugu dan ditiru, artinya guru adalah manusia yang patut kita jadikan teladan dalam hidup dan juga ditiru. Seakan akan semua yang menjadi guru adalah manusia hebat karena bisa menjadi teladan bagi muridnya.  

Pada tahun 2024 data menunjukan mengenai usia guru di Indonesia  mayoritas merupakan generasi milenial, keuntungannya adalah dengan Generasi milenial yang mendominasi menjadi guru, dengan karakteristik khusus, seperti kemampuan beradaptasi dengan teknologi digital, keterbukaan terhadap perubahan, dan pendekatan pengajaran yang lebih kolaboratif mampu menjadi guru yang adapti terhadap perubahan yang terjadi. Namun, mereka juga menghadapi tantangan dalam hal penyesuaian dengan kurikulum tradisional dan beban administrasi yang kadang masih konvensional.

Generasi milenial disebut sebagai generasi yang pertama kali berkenalan atau mengenal teknologi. Mulai dari televisi, radio maupun teknologi lainnya. Oleh karena itu, generasi milenial cenderung menghabiskan kebanyakan waktunya dengan menggunakan gadget, seperti ponsel pintar dan lain sebagainya 

Dengan adanya sikap adaptif terhadap kemajuan zaman yang tak terbendung sudah seharunya menjadikan masa depan yang akan datang akan menjadi lebih cerah, menyambut generasi emas 2045 seharunya disikapi dengan positif. Namun, semuanya dikembalikan lagi pada sistem pendidikan yang akan berlaku ke depannya. . Dengan berkaca dari beberapakali diberlakukannya kurikulum apakah mungkin guru bisa dengan cepat adaptif seperti superhero yang langsung bisa menggunakan kekuatannya merubah masa depan anak anak kedepan?

Namun nasib menjadi guru adalah memang harus siap belajar dengan adanya perubahan apapun yang akan datang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline