Lihat ke Halaman Asli

Fika Rohmah

Mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Mendakwahkan Bisnis Melalui Online, Apakah Efisien?

Diperbarui: 2 Juli 2024   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Fika Rohmah

Dosen & Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Internet saat ini bukan hanya diakses untuk memburu informasi, tapi juga untuk menjemput rezeki. Melalui situs jual beli online segala macam barang diperjual belikan, misalnya seperti baju, celana, buku, barang elektronik, benda-benda  otomotif, makanan, minuman, dan masih banyak lagi.

Bekerja melalui internet adalah peluang bisnis yang mudah dan murah. Disamping itu, margin pasarnya yang tidak terbatas, tidak seperti saat kita bekerja secara offline. modal bisnis secara online relatif lebih sedikit. bahkan biaya operasional dapat diminimalisir sekecil mungkin. berbeda dengan bisnis ofline yang terbatas waktunya, bisnis online memiliki jam operasional hingga 24 jam sehari.

Bisnis sejatinya memang diperbolehkan atau mubah karena bisnis dapat mendatangkan keuntungan. Keuntungan dalam konteks ini bukan barang, tapi uang. Keuntungan bisnis didapat ketika menjual barang atau jasa. Secara historis, bisnis sudah menjadi kenyataan sosio-antropologis dengan beragam cara dan aturan.

Namun bisnis online menuai tanya: halal atau haram kah bisnis tersebut? secara normatif, bisnis dikatakan halal apabila memenuhi rukun-rukun yang ditetapkan oleh hukum Islam. Misalnya, ada penjula dan pembeli. Ada juga barang atau  jasa yang diperjual belikan. Selanjutnya ada ucapan baik lisan maupun tulisan. Bila salah satunya tidak terpenuhi maka hukumnya haram atau tidak sah.

Dalam bisnis online, adanya penjual masih dipertanyakan: pemilik atau orang yang dikuasakan? tentu dua status penjual seperti ini halal, seperti juga dalam bisnis offline. Namun adalagi status penjual. Pertama, menjual jasa pengadaan barang dengan meminta imbalan. kedua, penjual yang tidak memiliki barang tetapi bisa mendatangkan barang.

Segala bentuk transaksi ini halal dengan syarat kedua belah pihak sama-sama senang. Apanila ada dua pihak, baik penjual maupun pembeli yang masih belum cukup usia, maka syarat bisnis dianggap tidak terpenuhi. pada saat terjadi transaksi yang berikrar, baik lisan maupun tulisan, harus langsung dilakukan oleh pemilik atau orang yang diberi kuasa/didelegasikan.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah bisnis online dianggap memenuhi rukun dan syarat jual beli konvensional oleh para ahli hukum Islam? dalam keyakinan para ulama diungkap bahwa segala macam jual beli adalah boleh sepanjang tidak melanggar rukun dan syaratnya. melanggar rukun jual beli seperti tidak adanya barang, maka hukum transaksi tersebut adalah haram.

Namun adanya barang secara fisik tidaklah jadi syarat sebuah transaksi. Sementara dalam bisnis online spesifikasi barang diperlihatkan secara audio-visual. Maksunya, media internet adalah majelis akad. kendati penjual dan pembeli tidak harus bertemu secara fisik. karena bertemu secara fisik antara penjual dan pembeli tidak menjadi salah satu syarat jual beli.

Artinya, dalam bisnis online penawaran suatu barang lengkap dengan spesifikasi dan dan harganya yang ditayangkan oleh penjual di media sosial, lalu direspon dengan memesan barang tersebut secara online juga oleh pembeli, maka antara penjual dan pembeli dianggap sudah ada pertemuan. Selanjutnya aspek yang tak kalah penting adalah mempunya sikap jujur antara penjual dan pembeli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline