Lihat ke Halaman Asli

Fika Rohmah

Mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Kiat Dakwah di Era Masyarakat Online

Diperbarui: 27 Juni 2024   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Oleh: Syamsul Yakin dan Fika Rohmah 
Dosen dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak bisa dipungkiri bahwa dai adalah anggota masyarakat online. Dai  dapat dengan mudah berbagi pesan dakwah bahkan dalam hitungan detik. Seperti: melalui blog, media sosial konvergensi, Wikipedia, forum, dan dunia virtual  yang dilayani dan difasilitasi provider internet.

Dai sebagai anggota masyarakat online dapat ikut serta dalam perang narasi. Kalau secara konvensional dai melakukan perang narasi secara tatap muka, pada era masyarakat online perang narasi dapat dilakukan secara tatap maya (berhadapan dengan gadget) atau dengan memainkan dua ibu jari saja.

Perang narasi dalam dunia dakwah adalah aktivitas virtual dai untuk mengungkapkan gagasan  dan gerakan untuk menyeru masyarakat online untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Dikatakan perang narasi karena konten yang berseberangan begitu marak menyerbu masyarakat online.

Agar sukses menyeru, mengajak, dan memengaruhi opini masyarakat online ada sejumlah kiat, teknik, tips, atau trik yang harus dilakukan oleh dai. Pertama, ketika berselancar melalui platform apapun, dai harus mampu "mengaduk-aduk" perasaan masyarakat online, seperti sedih, gembira, responsif, marah

Agar konten yang disampaikan menarik, durasi tak lebih dari tiga menit dengan resolusi dan rasio aspek video yang direkomendasikan pakar komunikasi. Jika diperlukan teks singkat untuk memberitakan gambar tersebut (caption) hendaknya menggunakan bahasa baku.

Berikut ini aspek keahlian khusus multimedia dimana seorang dai paling tidak memahaminya secara global. Aspek lain dari konten, baik teks dan gambar hendaknya berbasis data dan riset. Dari sini masyarakat online akan memberi respect (penghormatan) karena dai dianggap berwawasan multidisipliner.

Kedua, masyarakat online yang menjadi objek narasi dai dapat dipastikan berbeda manhaj dan mazhab dalam Islam. Atau dalam konteks sosial-politik, masyarakat online berbeda ormas dan afiliasi politik. Untuk itu teks dan gambar yang dishare harus inklusif, toleran, dan moderat.

Saat ini dai moderat, smart, toleran, inklusif, umumnya memiliki pengikut atau follower (instagram dan tik tok), tweeps (twitter), subscriber (youtube), teman (facebook) yang banyak dan disenangi. Dai tidak boleh gabut menjadi anggota masyarakat online.

Ketiga, seorang dai yang berdakwah melalui media online tentu harus memiliki akun media sosial resmi seperti whatsapp, instagram, facebook, tiktok, telegram, twitter, dan lain-lain yang dianggap populer. Untuk menjaga keamanan semua akun itu, dai tentu harus memiliki kata sandi (password).

Keempat, mau tidak mau agar sukses dalam berdakwah di kalangan masyarakat online, dai harus punya tim ahli teknologi informasi. Tugas tim ini adalah membuat sistem komputer, jaringan,  aplikasi baru termasuk pengawasan, keamanan akun, dan perawatan (maintenance).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline