"Sekarang seharusnya kita pensiun, seharusnya kita istirahat, tetapi kita melihat bahwa negara dan bangsa kita masih dalam keadaan tidak baik, ekonomi kita tidak di tangan bangsa kita sendiri. Saya lahir di Jakarta. Saya besar di Jakarta. Saya memberi usia saya untuk untuk bangsa ini, saya memberi jiwa saya dan raga saya untuk bangsa ini. Tetapi begitu saya keliling Jakarta saya lihat gedung-gedung mewah, gedung-gedung menjulang tinggi, hotel-hotel mewah, sebut saja hotel mana di dunia yang paling mahal ada di Jakarta. Ada Ritz-Calten, ada apa itu, Waldoft Astoria.
Namanya saja kalian nggak bisa sebut. Ada St Regis. Dan macam-macam itu semua, tapi saya yakin kalian tidak pernah masuk hotel-hotel tersebut (betul, sahut para hadirin dalam acara tersebut). Kalian kalau masuk mungkin kalian diusir, tampang kalian tampang tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian, tampang Boyolali, ini, betul, (betul, sahut tertawa para hadirin dalam acara tersebut)."
Itulah penggalan pidato Prabowo yang menjadi polemik di tengah masyarakat. Potongan pidato tersebut memang menjadi biang kerok mengapa selera humor Prabowo dianggap rendah bagi sebagian orang.
Jika mau dibandingkan dengan comic atau stand up comedian Tretan Muslim dan Coki Pardede yang sama-sama tersandung humor SARA.
Bedanya kedua comic tersebut tersandung humor SARA gara-gara membahas masakan buah kurma yang dicampur dengan daging babi.
Keduanya sama-sama dianggap keluar dari jalur humor biasanya.
Prabowo bergurau dengan membawa-bawa kelemahan fisik warga lokal, sedangkan kedua comic itu mencampur adukan gagasan makanan haram dan makanan halal dalam satu piring.
Nah, saya ingin mengajak kita semua kembali lagi mendengarkan penggalan pidato Prabowo yang jadi dipesoalkan oleh warga Boyolali.
Kenapa dipenggal?
Jelas dong intinya kan cuma sepenggal kalimat ini dari durasi panjang pidato Prabowo di Boyolali tanpa teks itu. Mirip-miriplah dengan potongan Pidato Ahok di Kepulauan Seribu.