Lihat ke Halaman Asli

Dzulfikar

TERVERIFIKASI

Content Creator

Bukan Hanya Wartawan, Guru Pun (Ada) yang Dibayar di Bawah UMR

Diperbarui: 19 Agustus 2017   19:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kuda prabowo harganya lebih mahal dari papanja mobil sejuta umat lho/detik.com

Ada sebuah cerita anekdot yang mungkin pernah Anda baca atau anda dengar. Kisah profesi-profesi yang bisa masuk surga duluan. Apakah guru, dokter, tentara atau pengusaha. Ternyata ujungnya yang dianggap "berjasa" terhadap pembangunan sekolah, rumah sakit, dan asrama tentara itu adalah pengusaha karena rajin donasi dimana-mana.

Nah, yang menarik Prabowo Subianto itu kan seorang pengusaha juga. Kudanya saja mahal. Apalagi biaya pemeliharaannya dalam sebulan mungkin saja setara gaji lima orang wartawan yang katanya kecil dan bisa kelihatan dari mukanya yang entah kuyu kelelahan karena seharian harus mengejar berita.

Bandingkan, satu kuda yang harganya bisa setara dengan Toyota Alphard itu jika dibandrol, mungkin bisa membantu beberapa sekolah yang reyot, melengkapi faslitas kesehatan di pulau terluar dan memberi sangu lebih bagi para tentara yang menjaga NKRI di perbatasan.

Tapi, bukan itu sih maksudnya. Pengusaha boleh punya apa saja karena duitnya memang hasil usaha dan keringatnya sendiri. Ya asal bukan hasil tipu-tipu orang lain sih kayak duo pengusaha travel yang sekarang berperkara dan lupa kemana saja duit miliaran rupiah itu dialirkan alias dihabiskan.

kasihan ya wartawan, udah gajinya kecil kerap dianiaya pula/liputan6.com

Mari sedikit berpikir, elokkah jika menyebut gaji kecil dikaitkan wajah dan raut muka seseorang? Oh, mungkin memang garis kemiskinan sekarang bukan hanya terlihat dari garis tangan, tapi lebih kentara lagi terlihat dari garis wajah seperti Kang Didi, seorang komika yang selalu membawa tema-tema kemiskinan. Wajahnya penuh dengan raut kesusahan dan beban hidup yang seakan sulit untuk enyah.

Sejujurnya kita tahu semua bukan cuma wartawan yang digaji alakadarnya. Banyak profesi lain yang punya sumbangsih besar terhadap bangsa digaji seadanya. Ya guru, ya petugas kesehatan, ya kuli bangunan apalagi, ya silakah tambah sendiri deh....... 

Soal layak atau tidak layak, UMR itu kan cuma patokan hidup layak di sebuah daerah. Yang membuatnya menjadi layak cuma rasa syukur dan sabar sembari tetap berusaha mencari tambahan.

Guru itu dibayar cuma satu minggu, tapi ngajarnya sampai empat minggu. Apalagi perhitungannya cuma berdasarkan per jam. Misalnya satu minggu cuma ngajar 10 jam, artinya dalam satu bulan seorang guru harus meluangkan waktu 40 jam secara real. Berapa yang didapat? Kalau satu jam dibayar Rp 35 ribu, kira-kira berapa dapetnya dalam sebulan? Tepat! Jauh dari kata layak standar UMR. (UMR Jakarta 2017 Rp 3.355.780)

Iya, itu sih guru yang tidak tetap. Kalau guru yang tetap bahkan sudah punya tunjangan sertifikasi yang seharusnya dipakai untuk upgradediri, minimal kalau ngajarnya di sekolah bergengsi di Jakarta, bisa lah cicil Avanza selama tiga atau empat tahun ke depan. Jadi, kurleb sama deh, wartawan juga ada yang berkecukupan ada yang perlu ditingkatkan lagi daya belinya.

Tapi, sudahlah kita lupakan ucapan Prabowo. Saya setuju bahwa perusahaan media harus bebenah diri ditengah ancaman senjakala media yang terus menerus menguntit. Jalan keluarnya ya inovasi. Bukan dengan menyerah pada keadaan dan kembali menjdikan wartawan jadi korban, apalagi tumbal. 

Setuju juga jika wartawan harus punya standar gaji sendiri, jauh diatas UMR yang ditetapkan. Supaya praktik-praktik amplop diberantas sehingga masyarakatpun mendapatkan berita yang jernih, tak memihak dan berimbang. Apalagi sekarang sudah terlalu banyak bloggeryang menerima sponsored post (uhuk)demi mendapatkan keseimbangan hidup. Lagi-lagi memang soal urusan dapur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline