Lihat ke Halaman Asli

Refleksi Hijrah

Diperbarui: 22 Januari 2018   15:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu sangat indah,  bunga bermekaran dengan warna yang berbeda,  hawa dingin tak menyurutkan semangat juang menggapai apa yang diharapkan. Mata ini tertutup meresapi segala kemungkinan yang terjadi disuatu saat nanti. Bukan karena aku lelah,  tapi karena ada banyak tetesan air hujan yang saat ini menimpa diatas kepala yang mendangak,  ya aku menatap langit yang sedang menurunkan hujan. Aku suka,  bahkan ingin melakukan ini setiap saat. 

Tapi itu tidak mungkin, bukan karena waktu itu yang tidak ada,  tapi karena suasana hari yang berbeda disetiap waktu itu. Terkadang kita tau hari esok pastilah berbeda dengan hari sebelumnya,  tapi kita tidak mau bergerak memaksimalkan hari itu menjadi lebih baik, entah itu saat ini maupun esok. 

Ah sebenarnya aku tak terlalu berharap dengan hari esok,  karena esok belum berarti ada. Tapi yang aku harapkan adalah hari ini semoga bisa menjadi kemajuan untuk hari esok. Meski aku tak pernah tau apa yang selanjutnya terjadi dalam episode kehidupan yang semakin menguji ini. Namun setidaknya menjadi lebih baik adalah sebuah anugerah yang wajib disyukuri.  

Aku bahkan tak pernah menyangka,  tapi aku yang telah memilih ini semua. Berawal dari hal kecil dan niat yang sesat,  aku berusaha untuk mencari jalan keluar yang terarah meski terhambat dalam nostalgia yang seringkali teringat. Pantaskah?  Jelas aku merasa tak pantas dan tak mungkin. Bahwa aku adalah pendosa, lemah,  dan tak memiliki apa-apa.  

Pengampunan?  Jelas aku merasa tidak akan mendapatkannya bahkan secuil pun tak akan diberi.    Semua adalah kesalahan,  pemikiran ini belum terbuka. Padahal ketika aku berusaha membacanya,  kemudian berfikir jernih,  aku melihat harapan itu.

"Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi)." (QS. Az Zumar: 53-54)

Ketika keyakinan mulai merasuki jiwa dalam dada ini,  lalu apa yang bisa menyaingi keyakinan itu?.  Ketika aku mulai mengerti bahwa hanya kepada-Nya lah aku bersandar menyerahkan hidup matiku,  lalu apa pentingnya dunia ini? 

Jika saja aku tau ini semua dari awal saat aku dilahirkan mungkin aku tak sejauh ini untuk berusaha menggapai cahaya itu. Namun uniknya,  setiap orang memiliki jalan berbeda dalam menapaki episode kehidupan yang bertajuk ukhrawi itu. 

Aku bersyukur bisa menjadi bagian dari mereka,  Mereka yang menemukan jalan lebih cepat dari diriku. Mereka juga bagian inspirasi kehidupanku, mereka saling menguatkan untuk bertahan dalam jalan indah itu, bahkan saat aku baru menemukan cahaya,  mereka dengan sigap menangkapku dan cahayaku kedalam dekapan yang tenang. 

Dekapan yang hanya karena cinta - Nya kita dipersatukan.  Lebih dari sekadar rasa nyaman,  aku dengan segala ambisi mencoba untuk beradaptasi. Awalnya tak mudah dan merasa minder,  selalu bertanya dalam hati 'apa aku bisa seperti mereka?'.  

"Apabila Dia hendak Menetapkan sesuatu, Dia hanya Berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah sesuatu itu."(QS.Al-Baqarah:117)
Bagaimana mungkin aku bisa mengkhianati ayat itu ketika keyakinan sudah tertanam dalam hati ini.  Pupuk yang tersebar itu bahkan sudah menjalar dalam akal ini.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline