Lihat ke Halaman Asli

Teror

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku dengar jelas ledakan itu. Lumayan keras memang. Tak jauh. Beberapa ratus meter saja. Orang-orang panik. Berhamburan ke jalan, mencari tahu apa yang terjadi.

“Bom!!!” seseorang berteriak.

“Tabung gas mungkin...” yang lain lagi menimpali.

Semua menduga-duga. Tak tahu pasti.

Aku tertawa. Lucu juga melihat kepanikan mereka. Puas rasanya. Entahlah, mungkin aku berdosa. Tak apalah. Aku sudah menantikan ini cukup lama. Sudah kurencanakan matang pula.

Biarlah sekali-kali mereka panik. Sekali-kali takut. Sekali-kali merasakan terteror. Sekali-kali mencicipi rasanya menjadi korban. Aku sudah muak. Itu semua sarapanku setiap hari.

Tak adil rasanya jika hidup mereka selalu lancar-mengalir. Kelancaran hidup yang justru menjadi teror yang paling menakutkan bagiku. Aku ingin gantian tertawa. Ya, kini giliranku tertawa. Tinggal menunggu berita, siapa yang menjadi korbanya.

Tergopoh, dua orang pria masuk ke kios kecilku. Memelas wajahnya. Keringat mengucur. Basah kuyup bajunya.

“Bang, bisa ganti ban?”

Aha, tak jadi puasa aku hari ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline