Kompleks perumahanku di tengah sawah. Sejuk udaranya memang. Pemandangannya juga bagus, apalagi kalau padi sudah mulai menguning. Tapi kalau mau beli kebutuhan sehari-hari agak susah. Warung terdekat, di perkampungan di seberang sawah, jaraknya hampir 1 km.
Makanya waktu Pak Hadi, tetangga di perumahan, berniat mau buka warung kecil-kecilan, aku sangat mendukung. Bagiku yang paling penting rokok dan gula-kopi. Repot sekali kalo malam-malam kehabisan rokok - harus melewati jalan di tengah sawah yang gelap itu.
______________________________________________________
[caption id="attachment_94286" align="aligncenter" width="172" caption="bawono.staff.uns.ac.id"][/caption]
“Mau ke mana malam-malam begini, Pa?”
“Eh, anu..., Ma, emm..., ke warungnya Pak Hadi.”
“Rokok lagi pasti!”
“Papa mau lembur, Ma. Koreksi ulangan anak-anak.”
“Ini masa prapaskah, Pa. Saatnya puasa dan pantang. Uang rokoknya disisihkan untuk derma.”
Ah, kalo soal rokok isteriku dari dulu memang cerewet.Aku sudah terbiasa dengan omelan seperti itu. Aku tetap ngeloyor pergi ke warung Pak Hadi.
Belum aku mengetuk pintu, Bu Hadi yang berjilbab rapat itu sudah menyapaku, “Sugeng dalu, Pak. Bade tumbas nopo?”
“Eh, sugeng dalu, Bu Hadi. Anu, bade tumbas rokok.”
“Waduh, nyuwun sewu, Pak. Kami nggak jual rokok.”
“Lho, kenapa, Bu?”
“Nyuwun sewu, Pak. Kami nggak jual barang haram.”
Malu, kikuk, sebal, kecewa, aku balik badan. Pulang dengan kekalahan.
Sampai di rumah, kuulurkan uang sepuluh ribuan kepada isteriku. “Ini, masukkan ke kotak derma.”
“Nah, begitu dong, Pa...” ujar isteriku ceria. Bergegas ia masukkan uang itu ke kotak derma yang ada di atas televisi.
Yah, semoga uang rokokku sedikit meringankan beban mereka, bisikku dalam hati.
Aha, ada sepercik kemenangan kurasakan kali ini.
[caption id="attachment_94287" align="aligncenter" width="147" caption="www.zoodles.com"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H