Lihat ke Halaman Asli

Figo PAROJI

Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

RUU HIP dan Terjegalnya RUU PKS, Bukti Betapa Patut Dipertanyakannya DPR Kita

Diperbarui: 5 Juli 2020   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DPR RI // foto: Kompas.com

Belum habis kontroversi terkait RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) -- yang konon akan berganti judul menjadi RUU Pembinaan Indeologi Pancasila (PIP), DPR RI kembali membuat kehebohan (kebodohan) dengan keputusan menunda pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Awalnya, RUU PKS masuk daftar Program Legislatif Nasional Prioritas 2020. Namun, Komisi VIII DPR RI telah mengirim surat kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Prolegnas Prioritas 2020.

Alasannya, sungguh sangat menggelikan. "Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena pembahasannya agak sulit," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020). (Kompas.com)

Pembahasannya agak sulit? Piye to, Wan? Apakah dalam membahas RUU selama ini yang jadi pedoman DPR RI adalah tingkat kesulitannya? Bukan urgensinya?

Kehadiran UU PKS diharapkan akan mampu memberi keadilan kepada korban karena selama ini ada beberapa tindak kekerasan seksual yang mestinya bisa dipidana, tetapi tidak (belum) diatur dalam KUHP atau peraturan lain.

Dalam RUU PKS, Komnas Perempuan juga akan memasukkan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) ke dalam naskah akademik dan draf. RUU ini juga mengatur soal hukum acara dalam pemidanaan, salah satunya keterangan korban bisa dijadikan alat bukti.

Masih ingat kasus Baiq Nuril? Sungguh sangat memilukan dan patut kita tangisi bersama ketika ada seorang korban pelecehan seksual yang justru menjadi terpidana karena dilaporkan balik dengan alasan pencemaran nama baik.

Oleh karena itu, sesulit apa pun prosesnya, DPR RI mestinya harus tetap fokus membahas RUU PKS hingga berhasil disahkan menjadi UU mengingat beberapa tindak kekerasan seksual yang masuk kategori kejahatan belum punya paying hukum (belum diatur dalam KUHP).

Namun faktanya, sejak masuk Prolegnas tahun 2016 hingga DPR RI berganti periode, pembahasan RUU PKS selalu tertunda dan kembali terlempar saat telah menjadi Prolegnas Prioritas tahun 2020.

DPR RI memang tidak menghapus RUU PKS dari Prolegnas. Komisi VIII DPR RI (konon) akan memasukkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021.

Namun, dengan keputusan menunda pembahasan RUU PKS ini, sebagai wakil rakyat, DPR RI telah membuktikan dirinya 'menjadi tidak berguna' karena telah berjalan sendiri, tanpa mau mendengarkan suara publik yang diwakilinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline