Lihat ke Halaman Asli

Figo PAROJI

Lahir di Malang 21 Juni ...... Sejak 1997 menjadi warga Kediri, sejak 2006 hingga 2019 menjadi buruh migran (TKI) di Malaysia. Sejak Desember 2019 kembali ke Tanah Air tercinta.

Mestinya, Tak Ada Polisi dan Jaksa Jadi Pimpinan KPK

Diperbarui: 14 September 2019   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: Kompas.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Lembaga anti rasuah ini didirikan berdasarkan Undang-Undang  Nomor 30 Tahun 2002  Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 6 huruf (b) UU Nomor 30 Tahun 2002 menyebutkan, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai  tugas supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, supervisi  mempunyai makna pengawasan utama; pengontrolan tertinggi. Artinya, kepolisian dan kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum konvensional, yang (juga) berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana  korupsi, berada di bawah pengawasan dan pengontrolan KPK.

Anehnya, dalam proses pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023, kedua institusi tersebut sepertinya ngotot mendudukkan orangnya di kursi pimpinan. Lebih aneh lagi, salah seorang anggota panitia seleksi ada yang berpendapat bahwa  calon pimpinan KPK harus berasal dari sebuah lembaga penegak hukum konvensional.

Lho, piye to? Bukankah dibentuknya KPK itu karena lembaga penegak hukum konvensional dinilai belum mampu memberantas korupsi secara maksimal? Bukankah publik lebih percaya KPK ketimbang polisi dan jaksa dalam hal pemberantasan korupsi?

Mestinya, tidak ada (unsur) kejaksaan dan kepolisian yang menjadi pimpinan KPK. Ngototnya kepolisian dan kejaksaan untuk menduduki kursi pimpinan patut dicurigai sebagai uapaya melemahkan KPK.

Apalagi, Johanis Tanak -- satu-satunya calon pimpnan  KPK dari kejaksaan  dengan konyolnya telah mengutarakan pendapat bahwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK selama ini keliru secara hukum.

Apa jadinya KPK kalau dipimpin oleh orang seperti ini. Padahal, KPK dengan OTT-nya telah banyak kali terbukti berhasil membongkar kasus pencurian uang rakyat. Hanya  KPK yang berani  membongkar kedok politikus busuk di lingkar kekuasaan.

Seandainya tidak ada KPK, saya yakin Romy akan aman-aman saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline