Dialah jodoh terindahku dari Allah. Begitulah yang aku rasa dalam hati. Semua berawal tujuh tahun, saat lalu Allah mempertemukanku dengannya tahun 2011. Tak pernah menduga, dialah jodoh yang menemani kehidupanku selanjutnya. Dua tahun masa pacaran kami berakhir saat dia melamar tepat di hari ulang tahunku.
Saat itu, dia mengajak nongkrong di sebuah kafe. Kebetulan waktu itu ada band yang mengisi acara di kafe tersebut. Tidak biasa disitu ada band pengisi acara selain hari sabtu atau minggu karena kebetulan waktu kami kesana bukan weekend. Dia pergi memesan sesuatu ke tempat pemesanan.
Aku menunggu santai ditempat aku duduk, tapi kenapa lama pikirku. Takku sangka, dia menyiapkan kejutan dengan pihak kafe untuk melamarku dari atas panggung. Waouw itu adalah moment romantis dalam hidupku, dan menjadi kado paling membahagikan.
Belum hilang momen kebahagiaan itu, dia menyodorkan cincin dan menanyakan "Apa kau mau mendampingi hidupku selalu?" Inilah momen campur aduk antara kebahagian, terkejut dan membuatku tak bisa berkata kata. Butuh waktu beberapa saat, dan kujawab "ya".
Tak terasa, hingga saat itu perjalanan pernikahan kami mencapai tahun ke 5. Meski perjalanan kehidupan tak selalu mulus, seperti saat melahirkan seorang buah hati kami Florenzhia Anugrah Senja. Seharusnya kelahiranya menumbuhkan Kehangatan Keluarga bagi kami. Bukan malah memicu perdebatan antara kami dan keluarga besar.
Membuat menentukan pilihan berhenti bekerja dan fokus pada keluarga kecilku. Konflik dalam rumah tangga itu pasti ada dan akan terjadi. Namun saat itu pola pikir sebagai ibu muda belum cukup dewasa dalam mencari solusi hingga hal terburuk dalam ikatan suci pernikahan hampir terucap.
Mungkin ini yang biasa orang ucapkan bahwa setiap umur pernikahan pasti ada cobaan yang berat untuk dilalui. Tapi, alhamdulillah, dia memang jodoh terindah dari Allah. Apapun alasanya dia tidak pernah meninggalkan aku dan buah hatinya. Meskipun aku akui saat itu mungkin aku yang terlalu gelisah, namun tak mau mengerti dan mengalah. Kembali persoalan serupa muncul, dan kembali kedewasaan kami di uji, beruntung semua persoalan mampu kami lalui dengan mengalahkan ego masing masing. Itulah kehidupan, seperti sebuah proses pematangan diri.
Suatu pagi, entah mengapa tiba-tiba kecemburuan membakar panas hatiku. Aku merasa di bakar api cemburu dengan kenangan masa lalunya. Kecemburuan yang lucu bukan? Sekalipun aku sudah berusaha memadamkanya dengan mengingat segala kebaikan dan kebahagiaan kami, mengingat bahwa dia telah memilihku, dan tak seharusnya aku mencari-cari masalah, apalagi hanya perasaan cemburu yang telah lalu. Apa salahnya dia punya masalalu, akupun juga pernah punya masalalu. Kalau dipikirkan memang demikian.
Tapi lain dulu, kini aku seorang istri dan ibu yang berpola pikir lebih matang. Begitu juga dia, sudah jadi suami luar biasa. Namun konflik itu membuat dia sedih dan kecewa, karena aku masih meragukanya. Tapi ternyata tak kusangka. Dia malah menatapku, menitikan air mata, dan memelukku erat sambil berkata "apa yang kau cemburukan itu hal yang tidak nyata. Karna seluruh kasih dan sayangku sudah tercurah habis untukmu dan keluarga kecil kita, cinta masa laluku sudah lenyap terkubur terhapus waktu sedangkan kamu dan buah hati kita adalah cinta sejatiku yang selalu abadi dihati."
Aku tersentak, hati yang sesak dan terbakar api kecemburuan seketika itu mencair. Disitu aku merasa kehangatan kasih dan sayang suami untuk keluarga kecil kami sangat nyata tulus dan tak pernah menyerah. Aku memeluk suami semakin erat dan meminta maaf atas kecemburuan bodoh ini. Ketulusan suami membuatku bertekad untuk perbaiki semua kesalahanku, karna aku disini untuk cinta. Cinta dalam keluarga kecil kami. Aku harus mengalahkan ego untuk memenangkan kehangatan keluarga kecil kami kembali.
Dan sekali lagi, Alhamdulillah dia memang jodoh Allah yang terbaik untukku. Dia tidak pernah meninggalkanku. Terimakasih ku untuk Allah yang telah menjodohkan dia untukku. Saat ada perselisihan dengan keluarga besar dia memaafkan, memahami dan memilihku, saat ada penghambat kebahagiaan dia merangkul, memaafkan dan memilihku. Saat dalam acara reuni atau kumpul bareng teman, tidak ada yang membawa pasangan dan hanya dia yang membawaku. Sungguh aku menyadari betapa dia telah menyerahkan segala kasih sayangnya untuk keluarga kecil kami.