Dikampung saya,seorang wanita yang memakai banyak perhiasan emas adalah pertanda dia orang kaya. Jadi jangan kaget pabila bertemu dengan orang yang kalungnya segede rantai, cincin yang bertaburan dijemari kanan kirinya, gemerincing gelang tangan belum lagi gelang kaki. Sungguh saya takjub.Mereka seperti toko emas berjalan. Jangan salah lho, gara gara supaya dianggap kaya, banyak ibu ibu yang membeli emas imitasi dipasar pasar. Coba deh perhatikan kalau pas mau hari Raya Idul Fitri. Lapak lapak penjual emas imitasi di serbu pembeli. Modelnya juga tak kalah menarik hanya warnanya saja yang berbeda tipis. Apalagi kalo keseringan dipakai sepuhnya luntur. Yang dulu kuning, sekarang mulai ada warna hitamnya.
Ada juga tetangga saya yang bercerita, perhiasannya sudah mencapai 50 Kg, dan dia sembunyikan dibawah kasur. Ntah bener apa tidak. Karena saya belum melihat langsung. Hanya saja dia juga memakai banyak perhiasan. Ketika saya Tanya dia apa tidak takut memakai dan menyimpan emas yang banyak. Padahal beberapa waktu yang lalu ada ibu ibu yang di jambret di depan rumahnya, kemudian pas hujan deres ada tetangga yang rumahnya di rampok dengan menggasak emas 20 Kg.Dengan santainya dia jawab tidak. Semua dipasrahkan sama YANG DIATAS. Bener juga sih. Tapi disisi lain, tidakkah juga kita bersikap waspada. Memiliki perhiasan banyak itu tak masalah, yang masalah jika kita memakainya secara berlebihan. Sama saja kita mengundang orang jahat untuk datang kekita.
Soal memakai perhiasan emas, perempuan mana sih yang tidak suka. Sayapun suka. Hanya saja, saya lebih suka memakai aksesoris yang murah meriah yang bisa saya gonta ganti. Waktu saya bisa mendapatkan uang sendiri, tiap kali saya mudik. Selalu saja simbah bertanya, “nduk, mana perhiasanmu” Saya jawab saja tak punya. Wong sisa gaji saya, habis buat beli buku, majalah, tabloid dan gadget. Simbah saya kaget, kenapa uang saya tak dihabiskan buat beli perhiasan emas. Banyak nasehat yang beliau jejalkan kepada saya. “beli emas itu nggak ada ruginya nduk, kalau kamu butuh uang tinggal jual”. Tapi entahlah nasehat simbah menguap begitu saja.
Sampai akhirnya saya banyak berinteraksi dengan ibu-ibu waktu arisan atau pas rapat RT. Disitulah pemikiran saya berubah, bagaimana ibu ibu dari kalangan ekonomi kebawah menyisihkan uang belanjanya supaya bisa beli emas. “Kalau tidak begini kapan bisa nabung mbak,saat kepepet ada yang dijual”. Makjleb! Saya langsung terdiam. Betapa bodohnya saya, ketika rezeki masih mudah, saya tak pernah berniat untuk membeli perhiasan emas. Sukanya hanya gonta ganti gadget dan kesenangan lainnya yang hanya membuang uang ngikutin nafsu. Ternyata nasehat simbah bener seratus persen.Sekarang saya baru sadar, ketika ekonomi saya baru merangkak, dan setiap keinginan harus ditahan. Dasar emang! Saya harus kejedot dulu baru belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H