Lihat ke Halaman Asli

Perceraian Selalu Membawa Derita Bagi Anak-Anak

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya terkejut ketika ada seorang ibu muda dengan anak bayinya, menangis di depan rumah kami. Dia menangis sambil minta tolong, “mbak..tolong saya mbak, anak saya dibawa lari oleh suami saya dan mbahnya” Saya mencoba menenangkannya sebisa saya sambil menggendong bayinya.

“Saya mau lapor polisi saja mbak” katanya lagi sambil menangis. Saya jadi bingung, karena disatu sisi yang membawa anak ibu tersebut adalah ayah kandungnya sendiri yang juga berhak mengasuh anak tersebut, meskipun saat ini masih dalam proses perceraian. Apakah bila lapor polisi, laporan ibu ini akan di proses?

Ibu muda itu masih menangis, sedangkan anaknya terdiam dalam gendongan saya. Sungguh hati saya turut teriris melihat pemandangan ini. Apalagi masih dalam suasana lebaran. Yang mestinya berkumpul bersama keluarga.

Siapa yang tak sedih, bila harus berpisah dengan anak yang sudah di kandungnya 9 bulan, apalagi berpisahnya dengan cara yang kasar. Hanya perempuan egois saja yang mau meninggalkan anak dan tak perduli dengan mereka lagi .

Pelan-pelan saya tidurkan anak ini di bahu saya, sambil mendendangkan lagu “kumbaya lord” bayi ini seperti menikmati suara saya tak lama kemudian dia tertidur. Hati saya terenyuh. Tidak adakah jalan, untuk mereka bersatu? Kasihan anak-anaknya.

Tiba-tiba saya teringat adik, kakak, sahabat yang tidak memiliki anak. Mereka saja masih berjuang dalam kesabarannya untuk mendapatkan anak. Perkawinan mereka tetap tokoh. Meskipun tidak ada anak di tengah tengah mereka. Tapi mereka tetep istiqomah dan menebarkan kebaikan-kebaikan serta cinta kasih pada sesama. Tidakkah itu lebih indah daripada mematahkan hubungan dan memberikan luka bathin pada anak-anak.

Menurut ibunya, tadi si kakak emoh diajak simbah dan ayahnya. Dia menangis kencang dan memeluk ibunya dengan erat. Sayangya kekuatan ibu ini tak seberapa dibandingkan dengan sang ayah. Alhasil si kakak berhasil direbut oleh sang ayah dan langsung dibawa kabur oleh mereka.

“Mbak….apakah saya bisa menemui anak saya lagi?katanya lagi sambil menangis sesenggukan.

“Berdoa saja ya mbak, semoga Allah melunakkan hati suami dan mertua mbak” jawabku.

Dalam rumah tangga, konflik selalu ada. Dan kebanyakan melibatkan anak entah sebagai tameng atau “tumbal”. Anak-anak hanya bisa diam, tanpa bisa bersuara melihat pertengakaran, adu argumentasi, bahkan KDRT pada salah satu orangtuanya, terutama ibunya. Cinta dan asa yang dulu begitu indah, dalam sekejap langsung hilang tertelan ego masing masing. Semua merasa paling benar dan berhak untuk di dengarkan. Tidakkah mereka mendengarkan apa yang di inginkan anak-anak?Tidakkah mereka mau sejenak saja duduk bersama dan berbicara dari hati ke hati mencari solusi, apa yang terbaik bagi mereka dan untuk anak-anak mereka. Tentunya tanpa ada pihak ketiga, keempat atau kelima. Semua masalah ada jalan keluar, bila mau bersabar.

Bayi ini memang masih kecil, dia tak bisa bicara maupun berontak, dan sekarang tertidur dalam pelukanku.

“Ya Allah,Bukalah hati orangtuanya, berikanlah mereka hidayahMU agar menemukan jalan terindah untuk kembali bersatu, amin”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline