Raga kita memang dekat, kawan. Tetapi ada penghalang yang menghalangi kedekatan kita, sehingga kita terlalu asyik dan sibuk dengan dunia kita sendiri.
Sampai kita lupa cara untuk bertatap muka, sampai kita lupa cara untuk berkenalan tentang diri kita, sampai kita tak tahu caranya menghargai waktu pertemuan yang begitu berharga, sampai kita larut terhipnotis oleh benda padat kotak dengan sejuta kepintarannya.
Sampai waktu telah habis, dan kita pergi meninggalkan begitu saja tanpa sapa dan salam perpisahan. Tanpa tatap mata yang berjumpa untuk berpisah, kita berpisah dengan cara menunduk lalu mengetik pesan perpisahan dengan jempol tangan, padahal kita masih berjarak 5 centimeter, kita masih cukup memiliki waktu untuk melambaikan tangan dan bertatap muka untuk berpisah.
Tapi nyatanya menunduk tuk mengetik pesan ialah jawaban perpisahan kita. Sangat renyah didengar, tapi sangat pahit dirasakan.
Di kala rindu mencekam ingin berjumpa, ketika titik temu tergapai kita sibuk kembali pada dunia kita sendiri, kita sering menunduk menyampaikan topik pembicaraan di kala bertemu.
Tidak lagi, memandang ke arah depan tuk membicarakan secara seksama dan menyimpulkan topik pembicaraan bersama. Bisa dikatakan kita dekat tetapi terasa sangat asing, kawan. . .
Kita berada dalam diorama, kita mematung, tetapi berceloteh cerewet dibalik benda padat kotak dengan sejuta kepintarannya.
Seharusnya cerita kita berakhir dengan gelak canda, tawa dan bahagia bersama, tapi sayangnya kita berada di dalam diorama...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H