Latar Belakang
Kebun Binatang Gembira Loka adalah kebun binatang yang berada di Yogyakarta. Berisi berbagai macam spesies dari belahan dunia, seperti orangutan, gajah Asia, simpanse, harimau, dan lain sebagainya. Kebun Binatang Gembira Loka menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan Yogyakarta.
Letaknya di daerah aliran sungai Gajah Wong. Pada awalnya dimulai dari beberapa hewan macan tutul yang berhasil ditangkap penduduk setempat karena mengganggu desa dan sebagian berasal dari lereng merapi yang hutannya terbakar akibat awan panas.
Hampir setengah abad yang lalu Sri Sultan Hamengku Buwono IX mewujudkan keinginan pendahulunya untuk mengembangkan 'Bonraja' tempat memelihara satwa kelangenan raja menjadi suatu kebon binatang publik.
Maka didirikanlah Gembira Loka di atas lahan seluas 20 ha yang separonya berupa hutan lindung. Gembira Loka Zoo memiliki koleksi satwa yang cukup lengkap, terdapat lebih dari 100 spesies satwa di antaranya 61 spesies flora.
Walau begitu dibalik suasana kegembiraan pengunjung ketika melihat lucunya satwa yang ada, terdapat hal-hal yang perlu disoroti seperti kondisi satwa yang memprihatinkan dan kondisi kandang yang tidak sepenuhnya layak untuk ditinggali. Terdapat fasilitas yang hanya mementingkan estetika demi memanjakan mata pengujung daripada kenyamanan dan hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh satwa.
Jika dikaitkan dengan teori sosiologi desain, sistem nilai yang ada disana berkaitan dengan Hewan, Lingkungan dan seluruh perangkat yang berkaitan di bawah pengaruh modernisasi membuatnya menarik untuk kita bahas untuk kemudian kita benahi bersama sebagai orang orang yang sadar. Sebagai desainer komunikasi visual kita juga memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat untuk memberikan kesadaran dan menyampaikan apa yang seharusnya masyarakat tahu dengan Ilmu Desain Komunikasi Visual.
Dalam mengkaji Gembira Loka dan fenomena di dalamnya kami menggunakan beberapa teori sosiologi desain diantaranya,:
Teori Dramaturgi
Teori dramaturgi sebagai teori sosiologi memahami dunia sosial melalui interaksi sosial. Dalam proses interaksi sosial, konsep diri (the self) dibentuk melalui interaksi sengan orang lain dalam situasi sosial tertentu. Pendekatan dramaturgis membagi dunia menjadi dua: depan panggung dan belakang panggung. Interaksi sosial kebanyakan terjadi di depan panggung.
Diri bukan dimiliki oleh aktor, melainkan produk dari interaksi dramaturgis antara aktor dan audiens. Audiens bisa berupa lawan bicara, orang sekitar, atau dunia sosial secara lebih luas.