Lihat ke Halaman Asli

Berakhir

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pagi ini aku kembali memulai lagi menata perasaanku, entah apa yang terjadi semalam ketika aku memutuskan segalanya harus berakhir... Sanggupkah? rasa sakitnya begitu hebat menusuk hati.

Cinta?? Ahh.. Payah! Sejak dulu aku tak percaya cinta bisa melemahkanku.. Sejak dulu aku terlahir sombong untuk bisa pegang kendali atas perasaan orang lain, aku jagonya memutarbalikan perasaan, membuat orang menangis dan terhempas atas perlakuanku.. Akulah dewi cinta yang dengan mudahnya membuat orang jatuh cinta, lalu meninggalkannya saat ku bosan.

Cinta bagiku tak lebih dari sebuah mainan yang dapat aku buang dan ganti seenaknya..

Kali ini berbeda..

Ada sesuatu yang aneh aku rasakan beberapa hari ini. Hari?? Rasanya bukan.. Aku sudah memperhatikannya setahun yang lalu, bagaimana dengan pesonanya dia melewatiku tanpa sempat menyapa atau bahkan melirik. Saat itu aku bersumpah akan membuatnya jatuh cinta padaku..

Lalu aku mengetahui dirinya tak lagi sendiri dan aku tak layak memisahkan cinta mereka, terlebih sudah lahir buah hati mereka. Aku cukup sadar diri untuk mundur teratur dan melupakan semuanya. Lalu aku memilih meneruskan perjuanganku dengan lelaki lainnya, lelaki yang menjadi sahabatku selama bertahun-tahun, lelaki yang rela mati demi menyelamatkan nyawaku. Rasanya lebih adil jika aku memperjuangkan lelaki ini dibandingkan dirinya. Meski cinta itu tak pernah ada diantara kami, cinta? Bukannya sudah kubilang cinta itu hanya omong kosong belaka..

Setahun berlalu entah apa yang membuat aku dan dia dekat, entah ini sebuah kutukan atau ujian terberatku.. Tuhan, aku sudah berjanji padamu akan mengikatkan hati hanya untuk sahabatku ini tapi mengapa hari ini rasa itu kembali muncul?

Kedekatan ini semakin membuatku takut untuk membuka mata, seolah-olah lebih bahagia tenggelam dalam mimpiku sendiri daripada harus menikmati sakitnya hari tanpa melihatnya.

Aku sadar situasi ini menyesakan dada... Rasanya aku ingin berteriak dan memaki kebodohanku yang terbuai oleh pesonanya.. Rasanya aku ingin sekali mencaci kesombonganku menilainya.

Lalu aku putuskan untuk melupakannya, sama seperti pertamakali aku melihatnya. Menyakitkan memang, tapi setidaknya aku belajar satu hal "jangan main-main dengan hatimu"

Aku merapatkan tirai agar tak ada lagi hati yang bisa aku masuki lebih dalam... Aku menatap pagi yang masih menggoreskan luka semalam, sesaat setelah kami memutuskan untuk saling melupakan perasaan ini.

Ah.. Aku merindukannya... Masih merindukannya, perasaan yang sama saat pertamakali aku jatuh cinta padanya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline