Lihat ke Halaman Asli

Fidel Haman

Guru/Bloger

Untuk Perempuan Serupa Ibu

Diperbarui: 6 November 2022   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Gambarkuterpopuler.blogspot.com

Sore itu....

Aku dan sahabatku duduk berdua untuk sore yang entah ke berapa. Pemuda yang dikenal misterius di mata keturunan hawa itu, mengajakku duduk bersama kembali. Aku menyebutnya saudara rohani, demikian pun sebaliknya ia menganggap ku demikian. 

Sebagai musafir dan perantau di kota maha sibuk ini, kami sering kali duduk di persimpangan jalan, untuk sekadar merenungi jejak-jejak yang lampau. Inilah ritus yang selalu terulang di kala raga terasa lelah dan hati terkulai lesu. Senja dan duduk bersama adalah obat mujarab untuk kembali semangat, walau untuk sekadar bercerita. Kopi sering kali menjadi teman setia dan sekaligus menjadikan senja menjelma nikmat sempurna. Sore ini kami mengulangnya kembali.

Seperti senja-senja yang lalu, demikian pun kali ini terjadi kembali. Sama tetapi tidak sama sekali sama saja. Hari ini agak lain dengan yang sebelumnya. Sahabatku hanya diam dan membisu. Ekspresi dan raut wajahnya menerangkan sesuatu yang tidak biasa. Ia terpenjara dalam rasa yang tak mampu diucapkannya.

 Aku yang di sampingnya tak dihiraukannya dan seolah tiada. Ia tertawan dalam rindu yang berat. Seperti jeruji besi dan tembok tebal penjara, rindu mengekangnya hingga tak bergerak. Lebih dalam lagi, rasa dan sadar pun seketika dimatikan. Ia hanya terperanga, memandang dengan penuh kekosongan.

Secangkir kopi aku hidangkan untuknya. Ia pun terbangun dengan sekali tegukan. "Rindu itu berat", kata si pemuda pencinta yang tulus itu. "Dan kopi-lah yang sering kali melarutkannya", katanya lagi setelah sekian tegukan membangunkannya dari lamunan.

Ia pun mulai bercerita tentang masa lalu yang penuh cinta. Tentang kisah sang ibu yang kelihatan suka marah tetapi menyimpan di dasar hatinya cinta seluas samudra. Mulutnya berbusa marah tetapi tangannya merengkuh dan mendekap penuh kehangatan. Ia pandai mencintai dalam segala situasi. Bahkan berani mencintai di saat orang lain bahkan anaknya menilai sikapnya jauh dari kasih sayang. 

Tidak ada rindu yang begitu dalam jikalau tidak ada cinta yang dalam serupa itu. Itulah makanya, seorang laki-laki sungguh tulus mencintai perempuan serupa ibunya.

Petojo Utara - Jakarta Pusat,
Minggu, 06 November 2022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline