Novel "Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur" yang ditulis oleh Muhidin M. Dahlan merupakan sebuah karya sastra kontroversial yang mengguncang ranah sastra Indonesia. Dengan judul yang provokatif, novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang konsep moralitas, agama, dan kebebasan individu.
Buku ini memiliki kritik sosial yang kental terkait keberadaan organisasi radikal sekaligus sejumlah oknum yang otoriter dan dogmatis. Buku tersebut sempat menjadi favorit di kalangan mahasiswa dan aktivis karena kritikannya yang tajam.
Dalam novel ini, Muhidin M. Dahlan mengisahkan kehidupan seorang wanita muda yang memilih menjadi seorang pelacur sebagai cara untuk mencari kebebasan dan pemahaman diri.
Nidah Kirani, atau yang biasa di panggil Kiran, seorang muslimah yang taat. Tubuhnya dihijabi oleh jubah dan jilbab besar. Hampir semua waktunya dihabiskan untuk shalat, baca kitab, dan berdzikir. Dia memilih hidup yang sufistik.
Demi laku kezuhudan itu, dia kerap hanya mengonsumsi roti dalam jumlah sangat terbatas di sebuah pesantren mahasiswa. Cita-citanya hanya satu: untuk menjadi muslimah yang beragama secara total.
Tapi, di tengah jalan ia diterpa badai kekecewaan. Organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkannya bisa mengantarkannya ber-Islam secara total-penuh, ternyata malah merampas nalar kritis sekaligus imannya.
Setiap pertanyaan yang dia ajukan, dijawab dengan dogma yang tertutup yang melahirkan resah dan kehampaan.
Dalam keadaan kosong itulah, ia tersuruk dalam dunia hitam. Ia lampiaskan frustasinya dengan seks bebas dan mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Tak ada rasa sesal kepada Tuhan usai ia bercinta dengan para aktivis sayap kiri dan kanan yang meniduri dan ditidurinya. Bahkan, dari petualangan itu, dia berjumpa dengan seorang anggota DPRD dari partai "Islam" dan sekaligus dosen di sebuah kampus "Islam" yang menyediakan diri menjadi germonya dalam jual-beli jasa seks kepada para pejabat tinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.