Anda pasti pernah merasa bahagia saat nilai rapot atau ujian anda bagus atau merasa sedih karena sebaliknya. Tidak dapat dipungkiri, sebuah angka yang tertulis di rapot atau kertas ujian seketika bisa mengubah hidup seseorang.
Hal yang tidak asing lagi adalah fenomena orang tua yang selalu menuntut dan hanya berpacu pada sebuah nilai dalam mendidik anaknya. Mungkin disaat mendapat nilai yang bagus anak akan merasa senang dan bahagia karena ia telah merasa berhasil membuat orang tuanya bangga, namun bagaimana jika sebaliknya.
Bagaimana jadinya jika anak tersebut tidak berhasil mendapat nilai yang bagus?. Alhasil pikirannya akan dipenuhi prasangka negatif terhadap orang tuanya, entah itu rasa takut dimarahi ataupun rasa sedih karena merasa telah mengecewakan orang tuanya.
Jika hal ini terus-terusan terjadi, dampaknya anak akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan nilai yang bagus itu, seperti menyontek saat ujian, dan lain sebagainya. Akibat selanjutnya anak akan terbiasa menyontek dan tidak jujur hanya karena takut nilainya jelek.
Bahkan dampak terburuk yang pernah terjadi yakni seperti peristiwa yang terjadi di China pada akhir tahun 2017 silam, sempat viral seorang anak berumur 10 tahun yang melakukan bunuh diri dengan cara meminum pestisida. Sebelum mengakhiri hidupnya anak tersebut sempat membuat rekaman video yang berisi permintaan maaf kepada orang tuanya. Menurut pengakuan ibunya, anak tersebut merasa telah mengecewakan orang tuanya karena ia mendapat nilai jelek di beberapa pelajaran dan telah gagal dalam sebuah semester.
Nah kalau sudah terjadi seperti kejadian diatas, maka siapakah yang patut disalahkan. Orang tua yang mungkin niat awalnya hanya bermaksud memotivasi anaknya agar giat belajar, ternyata secara tidak sengaja malah membebani anak tersebut.
Namun sebenarnya apakah sebuah "nilai" yang berupa nilai rapot, NEM, rangking, ataupun IPK bisa menjamin kesuksesan seseorang?
Thomas J. Stanley memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesuksesan seseorang. Berdasarkan survey terhadap 733 millioner di US, hasil penelitiannya menunjukkan ternyata nilai yang berupa rapot, NEM, rangking, dan IPK yang bagus hanyalah faktor sukses urutan ke 30. Sementara faktor IQ pada urutan ke-21, dan faktor universitas/sekolah favorit di urutan ke-23.
Lalu faktor apakah yang menentukan kesuksesan seseorang itu?. Menurut riset Stanley berikut ini adalah sepuluh faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan seseorang :
1. Kejujuran (Being honest with all people)
2. Disiplin keras (Being well-disciplined)
3. Mudah bergaul atau friendly (Getting along with people)
4. Dukungan pendamping (Having a supportive spouse)
5. Kerja keras (Working harder than most people)
6. Kecintaan pada yang dikerjakan (Loving my career/business)
7. Kepemimpinan (Having strong leadership qualities)
8. Kepribadian kompetitif atau mampu berkompetisi (Having a very competitive spirit/personality)
9. Hidup teratur (Being very well-organized)
10. Kemampuan menjual ide atau kreatif/inovatif (Having an ability to sell my ideas/products)
Jadi, jika seorang anak yang nilai rapot, NEM, dan IPK jelek bukanlah merupakaan suatu masalah serius. Jangan pernah lagi membebankan sebuah "nilai" kepada anak, karena sesungguhnya nilai moral dan akhlaq lebih penting dan lebih berpengaruh terhadap kesuksesannya. Bolehlah menggunakan nilai sebagai motivasi untuk memperbaiki dan memacu semangat belajar, namun jangan sampai itu menjadi sebuah beban yang justru memberi pengaruh negatif bagi proses akademiknya.
Sumber : Tribun News