Wanita dijajah pria sejak dulu
Dijadikan perhiasan sangkar madu
Namun ada kala pria tak berdaya
Tekuk lutut di sudut kerling wanita
Sepenggal bait lagu "Sabda Alam" yang digubah Ismail Marzuki ini menggambarkan pola relasi antara wanita dan pria pada zamannya. Penjajahan itu bentuknya bak perhiasan disangkar madu, namun dalam kelemahan dan keterjajahannya itu wanita masih memiliki senjata pamungkas untuk menaklukan pria, senjata itu bernama kerling. (he...he.... Kerling itu sekarang delapan puluh juta).
Saya mengira fenomena yang dipotret Ismail marzuki lewat lagunya itu juga tergambar dalam isi hukum pidana kita atau KUHP. Substansi inilah yang saya sampaikan pada diskusi dialektika demokrasi (19/2/19) dengan tema "Akankah Soal Prostitusi Masuk RUU KUHP Seperti Keinginan Polisi", di ruang media center MPR/DPR RI gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan.
Selain saya sebagai pelengkap penderita, dua orang lain yang punya kompetensi di tema ini mba Sri Nurherwati (Komnas Perempuan), bro Nasir Jamil (Komisi III DPR).
Menurut penerawangan saya, ada tiga model yang mengatur pola relasi (hubungan) khususnya hubungan seksual antara wanita dan pria yang diatur dalam KUHP, seperti saya bilang di atas sebagiannya dipotret oleh Ismail Marzuki lewat sabda alamnya.
Model-model itu, Pertama, model relasi sexual yang menempatkan wanita sebagai korban yang perlu diproteksi, aturan-aturan itu antara lain, perkosaan (Pasal 285- 12 tahun), menyetubuhi wanita pingsan (Pasal 286- 9 tahun), menyetubuhi wanita belum 15 tahun (Pasal 287- 9 tahun) yang kesemuanya di luar perkawinan.
Kemudian juga dalam perkawinan menyetubuhi wanita yang belum waktunya dikawini jika mengakibatkan luka (hukuman: 4 Tahun), mengakibatkan luka berat (8 tahun), mengakibatkan kematian (12 tahun) yang terakhir ini, semuanya diatur dalam Pasal 288 KUHP. Ketentuan-ketentuan ini melindungi wanita yang dalam posisi yang lemah dan cenderung tidak berdaya karena keadaannya.
Kedua, model relasi seksual yang dilakukan secara sukarela, artinya pria dan wanita sama-sama menjadi pelaku, model relasi ini menjadi kriminal ketika salah seorang atau dua-duanya sudah terikat dalam perkawinan (artinya jika dua-duanya tidak terikat perkawinan tidak terjangkau oleh ketentuan pasal ini).
Tambahan lagi delik ini bersifat aduan, artinya harus ada pihak yang mengadu dalam hal ini pihak yang jadi korban ic suami atau istri pelaku. Diatur dalam pasal 284 dan ancaman pidananya hanya 9 bulan.
Ketiga, model relasi seksual yang menjadi tema diskusi ini, yaitu relasi seksual yang dilakukan dengan sukarela dengan dasar pembayaran uang, relasi ini lazim disebut dengan diksi prostitusi.
Pada relasi model ini baik pelaku wanita maupun pelaku pria (dewasa-di luar perkawinan) sama sekali tidak terjangkau oleh hukum ic KUHP. Justru pihak yang memfasilitasi yang dikenal dengan diksi "muncikari" dijerat oleh KUHP melalui Pasal 296 (ancaman 1 tahun 4 bulan) dan pasal 506 fasilitator sebagai mata pencaharian (1 tahun kurungan). Hukum itu mengadili perbuatan bukan "kerlingan" (he...he.... Tekuk lutut karena kerling).