Lihat ke Halaman Asli

Abdul Fickar Hadjar

Konsultan, Dosen, pengamat hukum & public speaker

Hoaks, Penegakan Hukum, dan Pendidikan Literasi

Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

dokKemajuan teknologi informasi komunikasi membawa ikutan tidak hanya manfaat yang positif tetapi juga memberikan dampak yang negative. Lalu lintas informasi begitu cepat dimana setiap orang dengan sangat mudah memproduksi informasi, melalui beberapa jenis media sosial seperti facebook, twitter, SMS, whatsapp dan lain-lain. Saking cepatnya, filter atas muatan komunikasi seringkali terabaikan.

Informasi melalui media sosial dan elektronik sangat berpengaruh terhadap emosi, perasaan, pikiran  bahkan tindakan seseorang atau kelompok dalam masyarakat. Karena itu jika informasi yang disampaikan tersebut adalah informasi yang tidak akurat bahkan informasi informasi bohong (hoax) dan  dengan judul yang sangat provokatif akan mengiring pembaca atau penerima kepada pikiran dan opini yang negatif. 

Opini negative ini bisa berupa fitnah, penyebaran kebencian (hate speech) dan hal-hal lain yang tidak benar dan merugikan orang lain. Kemungkinan akibat lain yang akan terjadi adalah penyerangan oleh satu pihak kepada pihak lainnya dan membuat orang menjadi ketakutan, terancam dan merugikan pihak yang diberitakan sehingga selain akan  merusak reputasi juga dapat menimbulkan kerugian materi.

 Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sampai dengan Agustus 2017 menyebut hampir 6.000 situs internet telah diblokir. Situs-situs yang diblokir tersebut kebanyakan terkait penyebaran hoax, yang didominasi pornografi. kemudian hoax, ujaran kebencian, judi, penipuan, dan radikalisme,.[3] Persoalannya apakah penutupan situs-situs oleh Kominfo itu sudah cukup efektif melawan Hoax ?  Atau sejauhmana penegakan hukum dapat meminimalisir Hoax dan dampaknya di masyarakat ?

Hoax dalam perspektif hukum

Hoax dalam bahasa Inggris berarti: tipuan, menipu, berita bohong, berita palsu atau kabar burung. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hoax merupakan kata yang berarti ketidak benaran suatu informasi.

Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya. Suatu pemberitaan palsu berbeda dengan misalnya pertunjukan sulap; dalam pemberitaan palsu, pendengar/penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu (Wikipedia, n.d.).

Ada beberapa peraturan perundang-undangan untuk melawan dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax, yaitu antara lain Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskiriminasi Ras dan Etnis

Pasal 28 UU ITE :

Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasiyang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). (Hukuman maksimal 6 tahun dan Rp.1 milyar)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline