Di bacaan kali ini aku akan menceritakan tentang kebiasaan sebelum menyambut bulan Ramadhan yang dilakukan di daerah asal tempat tinggal ku yaitu di daerah kabupaten Mojokerto yang tekenal dengan julukan Kota Onde -- Onde, lebih tepatnya di desa Sidorejo, Dusun Kwangen. Daerah ku ini termasuk wilayah kecil yang bisa dibilang pelosok karena terletak diantara perbatasan 3 kabupaten sekaligus, yaitu kabupaten Sidoarjo,
kabupaten Mojokerto dan kabupaten Gresik. Sebelumnya aku mau sedikit cerita tentang daerah ku ini ya, jadi di daerah ku ini terkenal dengan sejarahnya yang sangat kental. Kalian bisa cari tahu tentang Mojokerto, pasti yang terlihat menonjol yaitu tentang cerita sejarah dan situs peniggalan kerajaan yang terkenal yaitu Kerajaan Majapahit. Oke, next kita balik ke tema awal yaitu kegiatan sebelum menyambut bulan Ramadhan ya, jadi sebentar lagi
sudah mau memasuki bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa dan dalam penanggalan kalender Hijriah biasa disebut dengan bulan Sya'ban. Dalam pertengahan bulan ini, di daerah ku Kabupaten Mojokerto terdapat beberapa kegiatan tradisi yang dilakukan sebelum memasuki bulan puasa. Daerah ku termasuk wilayah kecamatan Jetis, daerah ini masuk dalam wilayah sebelah utara sungai Brantas. Warga utara sungai Brantas mempunyai beberapa tradisi berbeda,
contohnya seperti kegiatan Brahatan. Jadi, brahatan adalah sebuah tradisi turun - temurun yang biasa dilakukan masyarakat desa daerah sini. Nama brahatan sendiri pun diambil dari bahasa Arab yaitu Bara'ah. Tradisi ini dilakukan dengan cara ritual berdoa bersama tepat di malam 15 bulan Sya'ban. Tradisi ini dilakukan dengan cara ritual berdoa bersama tepat di malam 15 bulan Syakban. Tak jauh berbeda dengan kegiatan nisfu Sya'ban, di malam
pertengahan bulan itu warga muslim daerah kami menggelar doa di masjid maupun mushola terdekat dengan membaca surah Yasin sebanyak tiga kali dan memanjatkan doa kepada Allah SWT secara berjamaah. Dengan harapan memohon dipanjangkan umur dalam ketakwaan, diluaskan rezeki yang halal, dijauhkan dari bencana, hingga memohon diberi ketetapan iman sampai akhir hayat. Mengapa dilaksanakan pada tanggal 15?
Karena kami meyakini pada tanggal 15 bulan ke 8 dalam tahun islam diyakini sebagai keberkahan. Di malam nifsu sya'ban ini dipercaya oleh masyarakat kami bahwa pintu ampunan sedang terbuka dan mustajabahnya semua doa. Selain itu, brahatan ini juga adalah simbol ruwatan bagi masyarakat kami sebelum menjelang datangnya bulan Ramadhan. Brahatan juga bisa diartikan sebagai cara mempersiapkan diri dan hati dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Salah satu simbolisasinya adalah banykanya macam aneka makanan yang dihidangkan oleh masyarakat setempat. Warga biasanya membuat ketupat, lontong, lontong sayur, dan lepet dengan bumbu kacang. Mirip seperti ketika bulan Ramadhan dan seminggu setelah Idul Fitri, ketupat yang biasanya dimasak pun sama, lengkap dengan lontong sayur nya. Dalam tradisi masyarakat Jawa, dua makanan ini memiliki filosofis yang sangat dalam.
Ketupat atau biasa disebut juga dengan kupat merupakan akronim dari ngaku lepat yang memiliki arti mengakui segala kesalahan.
Selain itu bentuk dari kupat yang dibungkus dengan janur atau daun kelapa mudan dan dibentuk segi empat ini juga melambangkan hati. Sehingga jika digabung menjadi, Bersama -- sama saling mengakui kesalahan, hati disimbolkan seperti bentuk ketupat yang dibelah. Ketika tampak isinya setelah dibelah yang putih dan bersih tanpa dikotori denga penyakit hati seperti iri, dengki, dendam dan sombong. Seperti hal nya ketupat, lepet juga memiliki filosofis tersendiri.
Makanan yang dibuat dari bahan dasar beras ketan ini melambangkan tali silaturahim setelah sama -- sama mengakui kesalahan masing -- masing. Sehingga hubungan persaudaraan bisa terjalin erat kembali seperti lengketnya ketan dalam makanan lepet tersebut. Dalam kegiatan ini masyarakat berharap bisa saling memaafkan sesame manusia dan mendapat ampunan dari Allah SWT untuk mempersiapkan hati dan diri menyambut bulan suci Ramadhan.
Berbeda dengan wilayah selatan sungai Brantas dan daerah kota Mojokerto. Daerah tersebut hampir kurang mengtahui tentang kegiatan brahatan ini, namun di wilayah kota rutin melakukan tradisi turun -- temurun ketika menyambut bulan suci Ramadhan yaitu seperti tradisi Nyadran. Tradisi ini biasanya diawali dengan kirab Tumpeng Ageng. Biasanya dilakukan dengan membawa tumpeng setinggi kurang lebih 1,5 meter dan berat nya hampir 80 kg,