Lihat ke Halaman Asli

Fibrisio H Marbun

Pejalan kaki

Perjalanan Si Gembala

Diperbarui: 9 November 2017   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Kala itu, langit di kaki bukit barisan berselimutkan mendung, tumpukan awan hitam dan kilau cahaya bersayat-sayatan menuntun senja menjemput malam.

Gembala riang gembira, penuh syukur dan suka cita tak peduli udara dingin yang menusuk ke pori-pori.

Sambil bersiul menuntun kawanan kerbau gemuk dan tambun, berjejer rapi menuju kandang.

Aku rindu saat itu. Rindu gadu-gadu, rerumputan, kawan kerbau dan kaki bukit barisan. Alam tempatku berpijak, simbol kemurahan Illahi. Tempatku belajar dan menemukan sebuah harmoni.

Manusia dengan pikiran dan kekayaan intelektual, Sapang dan kawanan Kerbau lainnya dengan instingnya, lalu alam dengan segala keistimewaannya. Sungguh sebuah harmoni!

Kini kakiku terus menapaki, jauh dari Sapang Kerbauku. Zaman menuntunku sampai di kawasan penuh hiruk pikuk, gedung tinggi menjulang, hilir mudik motor, lalu aku sebut ini kota.

Aku kini di sebuah kota, jauh dari kawan kerbauku juga padang rumput walau dari kejauhan masih terlihat olehku puncak bukit barisan.

Kota yang disebut pusat peradaban manusia modren, pusat pendidikan dan teknologi juga segala kecanggihan di dunia ini.

Sebuah perjalanan yang harus ku tapaki, perlahan-lahan hingga tiba waktu kembali bercengkrama dengan kawanan kerbau, merawat alam ciptaan dan menikmati senja di kaki bukit barisan.

Kota, 08 November 2017

Perjalanan sang gembala.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline